Karena pengumpulan data itu ada di beberapa titik, maka sangat memungkinkan muncul perbedaan

Surabaya (ANTARA) - Pengurus Daerah Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) Jawa Timur menyikapi adanya perbedaan data kasus positif COVID-19 yang dikeluarkan oleh Gugus Tugas COVID-19 Provinsi Jatim dengan Gugus Tugas Kota Surabaya.

Pembina Pengurus Daerah Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) Jawa Timur Estiningtyas Nugraheni, di Surabaya, Sabtu, mengatakan pandemi COVID-19 ini merupakan masalah bersama dan harus dihadapi bersama-sama pula.

"Karena pengumpulan data itu ada di beberapa titik, maka sangat memungkinkan muncul perbedaan," kata Estiningtyas Nugraheni yang juga ketua Ikatan Alumni Komisariat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (IKA FKM UNAIR).

Untuk itu, lanjut dia, karena ini masalah bersama, maka harus disinkronkan secara bersama-sama dan apabila ada yang tidak selaras, maka harus diselaraskan bersama-sama pula.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Surabaya Rince Pangalila mengatakan sejak awal pihaknya serius mengawal validasi data terkonfirmasi COVID-19 di Kota Surabaya.

Baca juga: Ada perbedaan data dengan Jatim, GTPP Surabaya berikan penjelasan

Baca juga: Pemkot Surabaya buka data alamat pasien COVID-19


Menurut dia hampir setiap hari selalu ada data yang tidak sinkron yang diterima Pemkot Surabaya. Sebab, kata dia, setelah ditracing sesuai domisilinya, ternyata banyak yang tidak ditemukan. Data yang tidak ditemukan itu akhirnya dikembalikan lagi ke Pemprov Jatim untuk diverifikasi dengan kabupaten atau kota lainnya di Jawa Timur.

"Hampir setiap hari selalu ada yang seperti itu. Jadi, data yang dikembalikan ke provinsi itu merupakan sisa data yang berhasil ditracing atau data yang tidak ditemukan di Surabaya," ujarnya.

Rince juga menjelaskan alur data rekap positif COVID-19 itu dimulai dari Laboratorium yang dikirimkan ke Balitbang dan Dinkes Provinsi Jatim. Selanjutnya, disebarkan ke Dinkes kabupaten/kota, dan dilanjutkan ke puskesmas-puskesmas untuk melakukan tracing sesuai wilayah masing-masing.

"Hasil tracing dari teman-teman puskesmas itu dimasukkan ke aplikasi kita (Dinkes Surabaya) dan ternyata banyak yang tidak ditemukan, ada yang sudah pindah domisili, ada yang tidak sesuai dengan KTP dan sebagainya, sehingga pasti ada sisa data yang belum final, dan inilah yang dikirim lagi ke pemprov," katanya.

Ia mencontohkan pada 14 Juni 2020, data yang diterima sebanyak 180 orang positif COVID-19, namun setelah dicek di lapangan hanya ada 80 orang. Kemudian, pada 15 Juni 2020 data yang diterima 280 orang dan setelah dicek hanya 100 orang. Lalu pada 16 Juni 2020, pihaknya menerima data 149 orang dan setelah dicek ternyata hanya ada 64 orang.

Selain itu, lanjut dia, ada pula data luar daerah Surabaya yang masuk dalam data Surabaya. Kadang ada warga KTP luar Surabaya tapi menulis alamat domisili di Surabaya.

"Karena memang kerja dan indekos di Surabaya. Kalau seperti itu sudah pasti enak. Tim tracing tinggal mencari kontak eratnya. Meskipun warga luar Surabaya tetap dicatatkan di data positif Surabaya, karena sesuai epidemiologisnya," katanya.

Meski begitu, Rince memastikan data pasien positif yang tertahan itu masih dalam penanganan, baik itu berada di rumah sakit, ruang isolasi hotel, rumah sakit darurat maupun isolasi mandiri di rumah. Karena asalnya juga dari hasil tracing.

"Pasiennya tentu dalam penanganan, hanya saja data yang perlu dipastikan ini ikut daerah mana harus dikonfirmasi lagi," katanya.

Baca juga: Pemkot Surabaya diminta buka data sebaran COVID-19

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020