Jakarta (ANTARA News) - Pemutaran film dokumentasi, pembacaan puisi, lintas komentar dan nyanyian "panjang umurnya, serta mulia" menandai perayaan hari ulang tahun (HUT) ke-85 pujangga Angkatan 1945, Sitor Situmorang, di Pusat Dokumentasi (Pusdok) HB Jassin, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Jumat petang.
"Saya hanya bisa mengucapkan terima kasih kepada semuanya yang masih ingat dan mau memperingati ulang tahun saya pada hari ini. Ya, terima kasih," demikian sambutan singkat Sitor Situmorang dalam acara yang dipandu oleh sastrawan Martin Alaida itu.
Sejumlah tokoh kebudayaan yang ikut membacakan puisi dan memberikan komentar singkat tentang Sitor Situmorang, antara lain M. Sobary, Diah Hadaning, dan G. Mahameru. Sementara itu, pelukis Hardi memberikan kado khusus berupa sketsa gambar profil wajah Sitor Situmorang yang dibuatnya secara cepat di tengah-tengah berlangsungnya acara perayaan tersebut.
"Semangat hidup dan semangat berkreativitas Bung Sitor yang sangat menggebu-gebu patut kita kagumi. Bahkan, saya tadi juga sangat kagum Bung Sitor mampu menaiki anak tangga ke aula Pusdok HB Jassin ini, yang cukup tinggi, tanpa bantuan tongkat. Saya jadi khawatir, dan berjaga-jaga di belakangnya. Ternyata, Bung Sitor masih kuat dan lincah menapaki anak tangga," kata Martin Alaida.
Sitor Situmorang lahir di Harianboho, Sumatera Utara, pada 2 Oktober 1924. Ia pernah menjadi wartawan Kantor Berita ANTARA dan Harian Waspada di Medan, Sumatera Utara, kemudian bertugas ke Jakarta dan Yogyakarta. Saatberada di tanah Jawa, Sitor termasuk segelintir orang yang sangat dekat dengan Presiden Soekarno, bahkan mendapat sebutan "Anak Ideologis Bung Karno".
Kedekatannya dengan Bung Karno itu pula yang sempat membuat Sitor Situmorang sempat ditahan tanpa proses verbal selama delapan tahun di Rumah Tahanan Militer (RTM) Salemba. Selepas di tahan pada masa Orde Baru itu, Sitor melanglalng buana, bahkan menjadi dosen tamu di sejumlah perguruan tinggi di Eropa, antara lain di Paris dan Leiden.
Sitor Situmorang selama ini dikenal pula sebagai penyair yang tidak pernah kering dalam berkarya, menulis buku, puisi dan membacakan puisinya. Bahkan, ia pun masih menulis karya sastra hingga kini. Pada 14 Oktober 2009, ia pun diojadwalkan meluncurkan buku "Toba na sae" edisi kedua. (*)
Pewarta: Luki Satrio
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2009