Jakarta (ANTARA News) - Badan Intelijen Negara (BIN) menyatakan bahwa Indonesia masih kekurangan aparat intelijen terutama untuk menghadapi dimensi ancaman yang kian beragam menyonsong milenium ketiga.
"Rata-rata per tahun kita membutuhkan 50 personel intelijen, sedangkan kita bariu dapat menghasilkan 30 orang per tahun," kata Kepala BIN Syamsir Siregar usai berpidato pada wisuda 61 sarjana Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) di Kabupaten Bogor, Jumat.
Ia menambahkan, kekurangan aparat intelijen tidak saja terjadi untuk pos-pos di dalam negeri tetapi juga perwakilan RI di luar negeri.
"Karena itu, dengan adanya STIN diharapkan kebutuhan aparat intelijen dapat dipenuhi sesuai kebutuhan," lanjut Syamsir.
Lulusan STIN yang berdiri pada 2004, utamanya untuk memenuh kebutuhan aparat intelijen di BIN. Selebihnya, disalurkan kepada departemen dan instansi pemerintah yang membutuhkan baik di dalam maupun luar negeri, katanya.
Ketua STIN Sutjahjo Adi mengatakan, setiap angkatan pihaknya hanya mendidik 31 orang calon aparat intelijen yang terampil, profesional dan berintegritas tinggi terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Di sekolah ini, aparat intelijen dibekali dengan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi, pengetahuan umum politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain," tuturnya.
Namun, yang lebih penting lagi STIN mengajarkan teknik humanis dalam kegiatan intelijen atau "human intelijen".
"Intelijen memang memerlukan dukungan pengetahuan dan teknologi canggih, namun pendetakan humanis dalam kegiatan intelijen juga perlu bahkan dihadapkan dengan dimensi ancaman yang makin beragam," tuturnya.
Dicontohkannya, kasus Poso. "Apakah itu, kita harus menggunakan intelijen berbasis teknologi tinggi, saya kira tidak. Pendekatan kemanusiaan lebih dikedepankan, karena akar masalahnya menyangkut nilai kemanusiaan," ujarnya.
Tentang masih sedikirnya calon aparat intelijen yang dididik di STIN, Sutjahjo mengatakan, kebutuhan aparat intelijen tidak semata ditentukan oleh satu departemen melainkan interdepartemen karena menyangkut anggaran dan sebagainya.
"Jadi, kami juga sangat terbatas untuk menghasilkan lulusan aparat intelijen. Harus berdasarkan kebutuhan," katanya.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009