Miyo sebagai seorang tokoh utama mungkin terkadang membuat penonton merasa gemas dengan pilihan-pilihan yang ia ambil. Namun, perlu diingat bahwa Miyo merupakan gadis muda yang memiliki latar belakang yang cukup rumit.
Ia dipaksa menjadi dewasa sebelum waktunya karena pilihan orang tuanya, dan hal itu membuatnya terbiasa untuk tidak berpikir panjang dan mengungkapkan kesedihannya sejak kecil.
Selain penokohannya yang cukup kuat dan dekat dengan kehidupan sehari-hari, "A Whisker Away" dianimasikan dengan indah oleh Studio Colorido dalam gaya yang sama sederhananya -- menonjolkan keindahan kota Tokoname di Prefektur Aichi, Jepang pada musim panas.
Tak hanya itu, petualangan Miyo cs di Pulau Kucing untuk mengubah dirinya kembali menjadi manusia juga didukung dengan latar dan animasi yang cantik dan memanjakan mata.
Dipadukan dengan arahan duo sutradara Junichi Sato ("Sailor Moon", "Aria the Animation", "Princess Tutu") dan Tomotaka Shibayama ("Blue Exorcist", "Le Chevalier D'Eon"), film ini mampu menggiring penonton untuk tetap menantikan apa yang terjadi selanjutnya untuk Miyo dan Hinode.
Film ini menyentuh hal-hal ringan, namun secara tak langsung juga menyinggung luka emosional yang dapat menyebabkan kedua lakon utamanya menjadi lemah dan bahkan tidak bisa diselamatkan oleh "sihir" apapun.
Premis tersebut bukanlah hal yang asing bagi Mari Okada, yang sebelumnya terlibat pada anime bergenre drama seperti "Maquia - When the Promised Flower Blooms" dan "Anohana: The Flower We Saw That Day". Okada kali ini berperan sebagai penulis naskah "A Whisker Away".
Baca juga: Film-film Studio Ghibli akan jadi pembuka bioskop di Jepang
Baca juga: "Aya and the Witch", film baru Ghibli buatan anak Hayao Miyazaki
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020