Medan (ANTARA News) - Seorang ahli geologi menyatakan struktur tanah di Kota Padang, Sumatera Barat tergolong lentur sehingga jika terjadi guncangan gempa maka dampak yang ditimbulkan adalan bangunan atau gedung mudah roboh.
"Padang berdiri di atas lapisan tanah yang lentur, jadi bisa menimbulkan dampak yang buruk kalau ada guncangan gempa," ujar Koordinator Dewan Pakar IAGI Sumut dan NAD, Jonathan I Tarigan, kepada ANTARA di Medan, Kamis.
Dia menjelaskan, pada lapisan tanah yang lentur maka jika terjadi gempa, maka guncangan itu akan sangat dirasakan oleh mereka yang berada di atas permukaan bumi.
Kondisi itu terjadi karena pada lapisan tanah lentur menimbulkan "effect amplitude" atau guncangan yang terjadi secara berkali-kali karena lapisan bumi yang kurang padat.
Namun kondisi sebaliknya ditunjukkan jika pada lapisan tanah tersebut padat, maka lapisan tanah itulah yang akan meredam dampak dari peristiwa gempa yang terjadi.
"Kalau lapisannya padat seperti terdiri dari bebatuan, maka lapisan itulah yang akan meredam getaran gempa di dalam tanah sehingga kita yang berada di atas kurang begitu merasakan dampak gempa," ujarnya.
Wikipedia menulis luas Kota Padang 694,96 kilometer persegi dan sekitar 60 persen dari luas itu merupakan daerah perbukitan yang ditutupi hutan lindung dan selebihnya daerah efektif perkotaan.
Padang memiliki garis pantai sepanjang 84 kilometer dan terdapat 19 pulau kecil dengan daerah perbukitan yang membentang dibagian timur dan selatan bagian kota.
Daratan kota yang terkenal dengan legenda cerita "Siti Nurbaya" itu berada pada ketinggian berkisar antara 0 meter hingga 1.853 meter di atas permukaan laut.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat hingga Kamis, (1/10) pukul 11.30 WIB jumlah korban meninggal dunia akibat gempa di wilayah Sumatera Barat sebanyak 220 orang.
Jumlah korban diperkirakan masih akan terus bertambah karena hingga kini ribuan orang masih terhimpit di sejumlah reruntuhan bangunan akibat gempa berkekuatan 7,6 skala richter yang terjadi pada Rabu (30/9) sore. (*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009