Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Ida Nuryatin Finahari mengatakan, selain pemanfaatannya yang tidak bergantung kepada bahan bakar, panas bumi juga bersifat ramah lingkungan serta berperan penting dalam kontribusi pengembangan infrastruktur daerah dan perekonomian di wilayah sekitar.
"Pemanfaatan panas bumi juga tidak seperti pembangkit energi fosil yang harganya cenderung tidak stabil dan mengikuti perkembangan harga minyak dunia.
Pembangkit panas bumi dapat pula dioperasikan sampai 95% dari kapasitas terpasang dengan waktu operasi yang dapat mencapai lebih dari 30 tahun,” papar Ida saat menjadi panelis di acara Webinar “Pengembangan Energi Panas Bumi – Tantangan dan Terobosan Kedepan” di Jakarta, Kamis.
Pengembangan panas bumi pun dinilai efektif dalam membantu pembangunan infrastruktur daerah dan perekonomian di wilayah sekitar karena pembangkit listrik tenaga panas bumi umumnya terletak di pelosok.
Dengan kapasitas terpasang saat ini yaitu 2,1 GW, masih diperlukan sekitar 177 proyek pengembangan panas bumi dengan kapasitas total sekitar 5,8 GW hingga tahun 2030.
Lebih lanjut, Ida melanjutkan, terdapat sejumlah tantangan dalam pengembangan panas bumi. Diantaranya adalah isu sosial dan lingkungan, dan akses pendanaan sebelum feasibility study (FS).
"Untuk itu, pemerintah telah merancang strategi, diantaranya adalah penyiapan skema insentif, sinergi BUMN, dan sinergi dengan masyarakat dan pemda setempat untuk mengelola isu," ungkapnya.
Selain itu, pihaknya pun akan berkolaborasi dengan sejumlah K/L, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bappenas, dan BKPM, untuk mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan proyek.
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2020