Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar mengatakan Indonesia mempunyai kesempatan besar untuk menarik investasi dunia di era disrupsi atau perubahan drastis akibat pandemi Covid-19.
Dalam webinar bertajuk "Akses Pasar UKM Eksportir Indonesia ke Jepang Pasca Covid-19", Kamis, Mahendra menjelaskan banyak negara mengkaji ulang mengenai rantai pasok dunia yang hanya didominasi satu atau dua negara tertentu terhadap bahan baku strategis.
"Pengalaman pandemi ini, banyak yang sulit mengakses produk kesehatan seperti masker, APD atau obat yang sangat tergantung pada satu, dua negara tertentu sehingga mereka harus merevisi global value chain mereka," katanya.
Baca juga: BKPM: Jika COVID selesai Juli, target investasi Rp817 triliun
Lantaran hanya mengandalkan satu negara tertentu, hal tersebut menyebabkan risiko besar, bukan hanya dari pertimbangan ekonomi dan industri, bahkan hingga ke isu kesehatan.
"Karena pada situasi tertentu, kita semua di dunia kecuali negara tertentu kekurangan masker, obat, APD. Maka ini jadi evaluasi terhadap global value chain yang mendorong basis industri lebih merata. Dan ini jadi kesempatan Indonesia untuk mendorong integrasi sektor manufaktur dari hulu ke hilir," ungkapnya.
Mahendra menuturkan kejadian itu juga jadi pelajaran berharga bagi Indonesia yang masih bergantung pada bahan baku alat kesehatan dari negara lain. Pasalnya, kala itu, sejumlah negara pemasok utama seperti China tidak bisa mengirimkan pasokan bahan baku yang dibutuhkan.
"Ini jadi kesempatan Indonesia menarik investasi, baik dari sisi modal atau teknologi. Kita juga mau, negara lain, misalnya Jepang, melihat Indonesia sebagai potensi untuk mengkaji ulang global value chain dan mereposisi Indonesia dengan lebih baik, untuk investasi atau hub produk mereka di dalam negeri," katanya.
Mantan Wakil Menteri Perdagangan itu menambahkan, Indonesia memiliki keunggulan dengan pasar besar yang dimilikinya.
Baca juga: COVID-19 hambat penyelesaian investasi mangkrak, Bahlil: Mohon doa
Jika sebelum pandemi investor hanya melihat negara mana yang paling efisien dan kompetetif untuk menanamkan modal, maka akibat disrupsi yang ada, pertimbangan lain adalah pasar yang akan dituju.
"Sekarang tidak hanya efisiensi dan daya saing, tapi barang mau dijual kemana karena resesi yang dalam dan mendadak ini," katanya.
Menurut Mahendra, akibat hal tersebut kini dunia tengah mengalami pasokan berlebih tanpa ada yang cukup membeli. Hal itu pun tercermin dalam neraca impor yang turun Mei lalu.
"Dunia oversuplai, tapi kita yang punya pasar besar ini punya bargaining power sebagai pasar besar, demografi muda, pertumbuhan yang baik di tengah pandemi, ini hrs dipakai. Jangan berkutat ke masalah teknis seperti akses pasar, isu tarriff barrier tapi geopolitik dan geoekonomi. Konteks pasar kita besar itu harus di-leverage," tutup Mahendra.
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020