Kandahar, Afghanistan (ANTARA News) - Bom di tepi jalan menewaskan 30 orang di Afghanistan selatan, Selasa, dan merupakan serangan paling mematikan terhadap warga sipil sejak serangan udara NATO awal bulan September.
Reuters melaporkan, pertempuran yang meluas dan bertambahnya pasukan pimpinan-NATO telah mengakibatkan makin banyaknya korban sipil.
Lebih dari 1.500 warga sipil telah tewas akibat kekerasan di Afghanistan sejauh ini tahun ini, PBB menyatakan pekan lalu.
Organisasi dunia itu mengatakan 68 persen kematian warga sipil diakibatkan oleh serangan gerilyawan garis keras, sementara 23 persen disebabkan oleh tentara Afghanistan dan tentara asing pimpinan-NATO serta militer AS.
Dalam serangan Selasa, sebuah bom menghantam satu bus di luar kota Kandahar di Afghanistan selatan yang menewaskan 30 orang, termasuk 10 anak dan tujuh perempuan, menurut Kementerian Dalam Negeri. Sedikitnya 39 orang yang lain terluka.
Jurubicara pemerintah provinsi tersebut Zalmai Ayoubi menjelaskan bom itu meledak di sebuah jalan raya tempat satu ledakan menewaskan tiga warga sipil satu hari sebelumnya. Ia menuduh Taliban sebagai pemasang bom itu.
Bom-bom buatan sendiri benar-benar telah menjadi senjata paling mematikan yang digunakan oleh gerilyawan yang memerangi pasukan Barat dan pemerintah Afghanstan, dan warga sipil sering tewas dalam ledakan itu.
Taliban biasanya menjauhkan diri mereka dari ledakan ketika warga sipil adalah korbannya.
Serangan terakhir itu terjadi pada waktu kegelisahan meningkat karena misi asing di Afghanistan. Taliban telah bertambah kekuatannya dalam beberapa bulan belakangan ini, dan negara-negara NATO menderita korban yang meningkat, yang telah mengurangi dukungan pada perang itu di dalam negeri mereka.
Korban sipil meningkat
Proporsi warga sipil yang tewas akibat gerilyawan meningkat sejak komandan baru pasukan AS dan NATO di Afghanistan mengeluarkan pembatasan baru pada penggunaan pasukan dalam upaya untuk menguragi jumlah warga sipil yang dibunuh oleh tentara Barat.
Pemerintah Karzai mengatakan sedikitnya 30 warga sipil termasuk di antara 99 orang yang tewas dalam serangan 4 September di daerah Kunduz ketika sebuah jet F-15 AS yang dikerahkan oleh tentara Jerman menyerang dua truk bahan bakar yang dibajak.
Sebuah kelompok hak asasi manusia menyebutkan korban tewas warga sipil sebanyak 70 orang, sementara warga setemat menyatakan kepada Reuters bahwa lebih dari 100 warga desa mungkin telah tewas.
Setelah menerima komando semua pasukan asing Juni, Jenderal Militer AS Stanley McChrystal mengeluarkan perintah yang dirancang untuk mengurangi korban sipil, khususnya karena serangan udara, bagian dari taktik baru yang menekankan pada perlindungan penduduk.
McChrystal mengatakan pasukan internasional perlu melakukan "peralihan budaya" dari perang konvensional dan memusatkan perhatian untuk memperoleh dukungan masyarakat Afghanistan.
Dalam serangan bom terpisah, satu wanita tewas dan satu orang lagi terluka di distrik Spingar di Afghanistan timur.(*)
Pewarta: Ardianus
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009