Yogyakarta (ANTARA News) - Pergelaran tari klasik gaya Keraton Yogyakarta dan Puro Pakualaman mewarnai peringatan "tumbuk ageng" (delapan windu) amanat 5 September 1945, yakni masuknya Keraton Yogyakarta dan Puro Pakualaman dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Tari klasik yang ditampilkan di Keraton Yogyakarta, Selasa malam, antara lain Srimpi Renggowati dengan lima penari perempuan. Tarian ini diciptakan Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) V dan diperbarui Sri Sultan Hamengku Buwono VII.
Selain itu tari Beksan Inum dengan empat penari yang diciptakan Paku Alam (PA) II pada 1829-1858 dan direkonstruksi PA VIII pada 1995 dan dikembangkan PA IX sampai sekarang. Selanjutnya tari Bedoyo Lawung Ageng dengan 16 penari yang diciptakan Sultan HB I.
Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam sambutannya mengatakan, dalam kosmologi Jawa, "tumbuk ageng" bermakna satu siklus kehidupan delapan windu yang akhirnya bermuara pada khitah kelahirannya.
"Jika dikaitkan dengan peringatan yang berlangsung di bulan Syawal, kita seakan dipesankan agar mengingat kembali fitrah amanat itu ketika diundangkan pada 5 September 1945," katanya.
Menurut dia, amanat itu antara lain adalah negeri Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman adalah Daerah Istimewa, dan hubungan kedua negeri itu dengan pemerintah pusat negara Republik Indonesia bersifat langsung.
"Bulan Syawal adalah momentum yang tepat untuk instrospeksi diri kemali ke fitrah, dan dengan ini para pemegang amanah rakyat diharapkan dapat menjaga keistimewaan Yogyakarta dari ancaman `perang` yang lebih besar, yakni perang nafsu," katanya.
Sultan mengatakan, seluruh warga Yogyakarta hendaknya mampu menangkap pesan Sri Sultan Hamengku Buwono I yang menjiwai "Beksan Lawung Ageng" yang teruang dalam "sawiji, greget, ora mingkuh".
"Artinya, meski menghadapi ketidakpastian hendaknya disikapi dengan fokus terhadap persoalan yang dihadapi, tetap semangat tanpa harus bertindak kasar, percaya diri dengan rendah hati, menjaga komitmen dan konsekuen terhadap apa pun keputusan yang disepakati bersama," katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009