Jakarta (ANTARA News) - Bagi anggota anggota Dewan Pembina Partai Demokrat yang juga caleg DPR terpilih Hayono Isman, sukses bangsa Indonesia melaksanakan pemilu 2009 merupakan momentum yang tepat untuk melakukan reformasi demokrasi di parlemen.
Visi mantan Menpora Kabinet Pembangunan VI (1993-1998) itu pernah diucapkannya kepada pers di ruang wartawan DPR RI Nusantara III, Jakarta, belum lama ini. Saat ini Hayono merupakan salah satu dari sejumlah nama kader Partai Demokrat yang masuk dalam bursa calon pimpinan DPR RI periode 2009-2014.
Berdasarkan UU tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, Partai Demokrat yang memenangkan pemilu legislatif 2009 otomatis mendapatkan kursi ketua DPR. Sementara untuk saat ini, sedikitnya sudah ada lima nama kader Partai Demokrat, termasuk Hayono Isman, yang sedang ditimang-timang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk dipercaya sebagai calon Ketua DPR RI.
Dalam pemaparan visinya, Hayono berpendapat bahwa sebenarnya DPR RI periode 2009-2014 dengan segala kewenangan yang dimilikinya, dapat menentukan keberhasilan pematangan demokrasi di Indonesia.
Demokratisasi dan reformasi itu pada hakikatnya merupakan perubahan ke arah yang lebih baik dalam kehidupan bernegara. Sementara proses percepatan keberhasilan reformasi dan keberhasilan Indonesia menjadi negara maju pada tahun 2025, sangat ditunjang oleh komitmen dan dukungan bersama terhadap upaya membangun budaya unggul dan peradaban yang mulia.
Dalam benak Hayono Isman, semua keberhasilan itu harus diawali dengan adanya reformasi demokrasi di parlemen, termasuk perbaikan menyeluruh para anggota DPR dan perbaikan citra lembaga itu sendiri.
Para anggota DPR, menurut dia, harus mampu menunjukkan integritas dan etika profesionalisme sebagai pemimpin dan mitra pemerintah demi mewujudkan lingkungan dalam negeri yang kondusif.
Tidak boleh lagi ada keinginan menjadikan lembaga DPR-RI sebagai arena lomba untuk mementingkan jabatan dan mendapatkan fasilitas negara, kekuasaan atau mencari uang ketimbang memperjuangkan nasib rakyat dan bangsa.
Selama ini Hayono masih melihat bahwa demokratisasi dan reformasi yang mengusung perubahan serta dinamika yang baik, masih disalahgunakan. Perjalanan reformasi terganjal dan terhambat.
"Kinerja DPR RI dalam mengawal dan mempelopori demokrasi jalannya perubahan yang lebih baik masih jauh dari harapan," katanya.
Karenanya menjadi hal yang sangat wajar apabila banyak orang menilai DPR sebagai lembaga terhormat telah kehilangan kehormatannya. Dengan gaji yang besar plus bermacam-macam tunjangan dan fasilitas negara, semestinya kinerja DPR dapat terukur dengan baik.
Semasa menjadi anggota DPR RI 16 tahun silam, menurut Hayono, gaji anggota DPR baru Rp3,6 juta, jauh lebih kecil dibanding sekarang yang sudah mencapai Rp40 juta lebih.
Namun penghasilan yang besar tidak berkorelasi positif dengan kinerja anggota Dewan. Fakta yang bermunculan justru semakin banyak anggota DPR terjaring KPK dan kasus-kasus memalukan lainnya.
Selain itu juga tidak sedikit UU yang telah disahkan DPR digugat masyarakat dan di uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
"Bila terus-menerus hal seperti itu terjadi, maka akan berimbas kepada ketidak percayaan terhadap keterwakilan rakyat di parlemen," kata Hayono yang pernah menjadi anggota DPR sebelum menjadi Menpora.
Atas berbagai kondisi yang memprihatinkan itu, apabila ia dipercaya mengemban amanah sebagai Ketua DPR, Hayono bertekad mengawal Dewan agar benar-benar menjalankan fungsinya, yakni legislasi, anggaran dan pengawasan yang mampu menjamin mantapnya pembangunan nasional yang berkeadilan sosial.
Selain itu, DPR RI harus dijadikan sebagai mercusuar moral bangsa yang dicintai rakyat, agar wakil-wakil rakyat yang terhormat itu tidak kehilangan kehormatannya. Para wakil rakyat harus lebih mampu menyerap aspirasi rakyat sekaligus mampu mengangkat citra DPR sebagai lembaga yang bersih, cerdas dan santun.
Investasi Sosial
Mengenai suksesnya ia terpilih sebagai wakil rakyat di Pemilu 2009 dari daerah pemilihan (Dapil) DKI I (Jakarta Timur), Hayono mengemukakan bahwa tidak benar persaingan ketat di pemilu itu hanya akan dimenangkan oleh caleg yang bermodal uang banyak.
Menurut dia, untuk terpilih di pemilu memang membutuhkan uang. Tetapi uang itu bukan lah segala-galanya. Modal yang lebih menjamin seseorang bisa lolos menjadi anggota parlemen adalah investasi sosial.
Dengan investasi sosial itu, seseorang bisa memiliki jaringan dan pengaruh luas di masyarakat dan hal itu bisa menekan biaya karena adanya kedekatannya dengan masyarakat yang sudah dirintis bertahun-tahun.
"Investasi sosial itu misalnya, menjadi ketua karang taruna, KNPI, ormas-ormas dan semua itu akan memudahkan dalam menjadi caleg. Dengan investasi sosial, uang bukan segala-galanya," ujar pria kelahiran Surabaya, Jawa Timur, 6 Oktober 1943 itu.
Hayono hingga saat ini masih tercatat menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Kolektif (PPK) Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (Kosgoro). Kosgoro ini terpecah dua, yaitu PPK Kosgoro dan satu lagi PPK Kosgoro 1957 yang dipimpin Agung Laksono.
Secara institusi, menurut Hayono, Kosgoro netral dari semua kekuatan politik, walaupun kader-kadernya berada di semua partai peserta pemilu.
Hayono Isman lahir di Surabaya, Jawa Timur, 6 Oktober 1943. Dalam usianya yang menjelang 66 tahun, Hayono dikenal sebagai politisi senior dan aktif di organisasi kemasyarakatan, parpol, lembaga eksekutif (pemerintahan), maupun legislatif (DPR).
Ia telah dua kali menjadi anggota DPR, yakni periode 1987-1992 dan 1992-1993. Saat itu, dia menjadi anggota DPR dari Fraksi Karya Pembangunan (Golkar).
Pada Pemilu 2009, melalui Partai Demokrat, ia terpilih kembali menjadi anggota dewan terhormat untuk masa bakti 2009-2014 melalui daerah pemilihan (dapil) DKI Jaya I (Jakarta Timur).
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Kabinet Pembangunan VI 1993-1998 ini bertekad membawa perubahan di Senayan, yakni menjadi parlemen yang merakyat serta bersih dari korupsi dan skandal.
Untuk mewujudkan cita-cita itu, ia mendorong percepatan keberhasilan reformasi dan keberhasilan Indonesia menjadi negara maju melalui pembangunan budaya unggul (culture of excellence) dan peradaban yang mulia.
Secara pribadi, Hayono juga telah bertekad menjadi anggota DPR yang bersih dan mengakhiri tugas dengan bersih pula.
"Masuk harus bersih, keluar juga harus bersih. Jangan keluar ke Cipinang (penjara)," demikian Hayono Isman. (*)
Oleh Oleh Junaedi S
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009