....,semua pemangku kepentingan yang terkait program B30 sebaiknya berbagi peran agar program ini tetap bisa dilaksanakan.

Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Prof Dr Sri Adiningsih mengatakan mandatori B30 merupakan program prioritas nasional sehingga perlu diteruskan untuk penyelamatan dan pemulihan ekonomi pascapandemi COVID-19.

Sri Adiningsih dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu, menyatakan memaklumi kondisi saat ini sangat berat, namun pemerintah telah bekerja keras untuk mengatasi pandemi COVID-19, dampak yang ditimbulkan, dan pemulihan ekonominya.

Baca juga: Pakar ekonomi sebut program B30 layak dilanjutkan

Jika terjadi krisis seperti saat ini yang perlu dilakukan adalah penyesuaian-penyesuaian terhadap program pembangunan yang sudah berjalan, tambahnya, sehingga semua pemangku kepentingan yang terkait program B30 sebaiknya berbagi peran agar program ini tetap bisa dilaksanakan.

"Misalnya saja, dunia usaha harus merelakan keuntungannya dikurangi seiring dengan meningkatnya pungutan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya, per 1 Juni lalu," katanya.

Sementara itu, produsen biodiesel harus melakukan efisiensi supaya harga produk yang dihasilkan bisa lebih kompetitif.

Baca juga: Selain ramah lingkungan, biodiesel ramah mesin kendaraan

Pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp2,78 triliun kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) untuk keberlanjutan program ini.

Menurut Sri Adiningsih, pengalokasian anggaran negara tersebut tidak perlu dipersoalkan mengingat B30 yang merupakan bagian dari program energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE) ini di awal-awal pelaksanaannya memang membutuhkan biaya yang tidak murah.

"Di mana saja memang begitu. Brasil, Jerman dan di negara-negara yang akhirnya memberlakukan EBTKE, di awal-awalnya semuanya juga melakukan subsidi. Jadi, program ini harus tetap dilaksanakan walaupun saat ini harga solar lebih murah dibandingkan dengan biodiesel," katanya.

Program EBTKE itu, lanjutnya, ke depan menjadi keharusan, karena tidak mungkin terus-terusan mengandalkan minyak bumi dan batu bara, sebaliknya Indonesia beruntung memiliki sawit melimpah yang menjadi resources untuk energi.

Baca juga: BPDPKS gaet kalangan milenial aktif dalam riset sawit

Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat MP Manurung mengatakan program B30 mampu menyelamatkan harga tandan buah segar (TBS) petani.

Dikatakannya, rata-rata harga TBS sejak Februari-Mei 2020 lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, padahal di tahun ini terjadi pandemi Covid-19 yang menurunkan perekonomian dunia.

Gulat mengatakan, harga TBS pada periode Februari-Mei 2020 relatif stabil di kisaran Rp1.600-Rp1.800/kg sementara pada periode yang sama tahun lalu di kisaran Rp1.100/kg bahkan ada yang sampai di bawah Rp1.000.

"Stabilnya harga TBS di angka yang menguntungkan petani ini dipicu oleh implementasi B30. Pasalnya, industri biodiesel per tahun membutuhkan sekitar 7,8 juta ton CPO," katanya.

Selain itu, tambahnya, stabilnya harga TBS di tingkat yang menguntungkan petani tersebut juga dipicu oleh kebijakan Pemerintah Malaysia yang memberlakukan lockdown akibatnya sebagai produsen CPO nomor dua setelah Indonesia, negara itu tidak bisa melakukan ekspor.

Pemicu lainnya menurut dia, adanya tambahan permintaan dari industri sanitasi dunia sejak pandemi COVID-19, sehingga pemanfaatan CPO untuk deterjen dan produk sanitasi lainnya, meningkat 2,5-3,5 persen yang dikirim ke seluruh dunia

Pewarta: Subagyo
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020