Yogyakarta (ANTARA News) - Wacana pemerintah untuk menunjuk DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam proses pemilihan kepala daerah telah mengingkari amanat 5 September 1945 tentang keistimewaan DIY, kata Ketua Gerakan Semesta Rakyat Jogja (Gentaraja) Sunyoto.
"Wacana pemilihan kepala daerah, baik secara langsung maupun melalui perwakilan di DPRD DIY itu juga dapat memecah belah keluarga Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Puro Pakualaman," katanya di Yogyakarta, Minggu.
Pemilihan kepala daerah, menurut dia, berarti menjadikan DIY keluar dari roh amanat 5 September 1945 yang secara tidak langsung akan menimbulkan persaingan di keluarga keraton dan kadipaten.
Ia mengatakan jika ada pemilihan gubernur dan wakil gubernur DIY secara langsung maupun melalui perwakilan, bisa jadi akan ada politik kolonialisme, yakni "devide et impera" atau memecah belah terhadap keluarga keraton maupun kadipaten.
"Campur tangan pemerintah dalam pemilihan Sultan dan Adipati merupakan bentuk eksploitasi dan penindasan terhadap rakyatnya sendiri, di mana aspirasi masyarakat tidak didengarkan," katanya.
Sementara itu, mantan anggota Panitia khusus (Pansus) Percepatan RUUK DPRD DIY, Daryanto Wibowo mengatakan hakikat keistimewaan DIY terletak pada kepala daerah dan wakil kepala daerah yang tidak terikat pada ketentuan masa jabatan, syarat, dan cara pengangkatan.
"Oleh karena itu, tidak ada istilah pemilihan dalam suksesi kepala daerah maupun wakil kepala daerah di DIY, yang ada adalah penetapan. Hal itu merupakan aspirasi dari masyarakat DIY," katanya.
Namun, menurut dia, selama ini terjadi semacam justifikasi dari pemerintah bahwa keinginan untuk tetap mempertahankan keistimewaan DIY merupakan keinginan elite politik daerah semata sebagai bentuk persaingan politik.
"Elite politik di Jakarta menganggap bahwa keistimewaan tersebut merupakan kepentingan dari elite politik di DIY, yakni Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Paku Alam IX yang diproporsikan sebagai kompetitor politik," katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009