Yogyakarta (ANTARA News) - Ratusan tukang becak yang tergabung dalam Paguyuban Becak Wisata Yogyakarta (PBWY) membakar caping dan baju yang dikenakannya menuntut pengesahan Undang-undang Keistimewaan (UUK) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), di Yogyakarta, Minggu.
Aksi bakar caping (topi lebar dari anyaman bambu) dan baju yang dilakukan di depan Istana Kepresidenan Gedung Agung Yogyakarta tersebut, merupakan kelanjutan dari aksi jungkir becak yang dilakukan di tempat yang sama, beberapa waktu lalu.
"Melalui aksi ini kami menuntut pemerintah dan DPR RI segera mengesahkan Rancangan Undang-undang Keistimewaan (RUUK) menjadi UUK DIY sesuai dengan aspirasi masyarakat," kata Koordinator PBWY, Paimin di sela aksi.
Menurut dia, pembakaran caping yang setiap hari dikenakan tukang becak itu merupakan simbol kemarahan "wong cilik" atas terkatung-katungnya pembahasan dan penyelesaian RUUK DIY.
"Untuk menetapkan DIY sebagai daerah istimewa sebenarnya tinggal ketok palu, tetapi kenapa diperlambat dan dihalangi. Padahal, sudah sejak dulu DIY itu menjadi daerah istimewa," katanya.
Ia mengatakan pembakaran caping dan baju tersebut merupakan aksi yang kedua, setelah aksi jungkir becak dengan tujuan agar pemerintah bisa terketuk untuk segera mengesahkan RUUK menjadi UUK DIY.
"Kami membakar caping dan baju sebagai simbol kemarahan sekaligus untuk mengubah pemikiran pemerintah terkait dengan keistimewaan DIY. Bagi kami, penetapan atas keistimewaan DIY adalah harga mati," katanya.
Apalagi, menurut dia, Komisi II DPR RI sudah setuju dengan penetapan, sehingga menimbulkan pertanyaan mengapa keistimewaan DIY tidak segera disahkan. Dalam hal ini, kuncinya ada di tangan presiden.
Ia mengatakan jika dari serangkaian aksi yang mereka lakukan tidak mendapatkan respons dari pemerintah, PBWY akan terus memberikan desakan dengan menggelar aksi yang lebih besar lagi.
"Kami akan menerjunkan seluruh kekuatan PBWY yang beranggotakan 1.300 tukang becak untuk menggelar aksi yang lebih besar di jalan," katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009