Ngawi (ANTARA News) - Kebakaran hutan di lereng Gunung Lawu, tepatnya di Resor Pemangkuan Hutan (RPH) Manyul, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Lawu Utara, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Lawu dan sekitarnya (Ds) pada Sabtu (26/9) kemarin terus meluas.

Wakil Administratur KPH Lawu, Ds, Mamun Mulyadi, Minggu, mengatakan, berdasarkan pantauan di lapangan hingga siang ini luas area yang terbakar bertambah. Padahal pada malam sebelumnya ditaksir seluas 200 hektare.

"Diperkirakan luas area hutan pinus di kawasan hutan lindung dan hutan produksi wilayah KPH Lawu, Ds yang terbakar telah mencapai 600 hektare. Api telah meluas hingga mencapai puncak Lawu," ujarnya.

Ia mengungkapkan, titik api awal mula terlihat pada petak 39, lalu merambat hingga petak 38 dan 40. Api dengan cepat melalap pohon pinus berumur dua tahun dan semak ilalang di sekitar hutan.

"Angin yang bertiup kencang membuat api dengan cepat menjalar dan membakar tegakan hutan di petak lainnya. Hingga kini upaya pemadaman api masih terus dilakukan oleh petugas yang dibantu dengan warga desa sekitar," katanya.

Beruntung, area hutan yang terbakar masih berjarak 3 kilometer dari perkampungan warga yakni di Dusun Manyul, Desa Ngrayudan, Kecamatan Jogorogo, Ngawi. Sedikitnya 600 warga dikerahkan untuk membantu memadamkan api.

"Selain itu, personel dari Polwil Madiun, Polres Ngawi, dan TNI juga ikut dikerahkan,karena kebakaran yang terjadi cukup besar. Medan yang berbukit-bukit cukup menyulitkan petugas dan warga untuk memadamkan api," katanya.

Ia menjelaskan, upaya pemadaman api yang dilakukan masih menggunakan cara tradisional yakni dengan menggunakan "gepyok" yakni pemadaman dengan menggunakan sarana dahan pohon yang dipukul-pukulkan.

Selain itu, petugas dan warga juga berusahan membuat sekat atau ilaran untuk mencegah api menjalar ke petak hutan lain. Namun, angin yang kencang dan cuaca yang sangat panans membuat api semakin membesar.

"Belum diketahui secara pasti kebakaran hutan. Hingga kini petugas KPH Lawu, Ds dan polisi masih menyelidikinya. Untuk sementara diduga karena daya-daya alam dan cuaca yang cukup panas. Namun, kami akan menyedidikinya guna antispasi penyebab lainnya," katanya. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009