Denpasar (ANTARA News) - Penulis asal Surabaya Lan Fang (39) akan meluncurkan novel terbaru dengan seting cerita bernuansa politik berjudul "Ciuman di Bawah Hujan" (CBH).

Lan Fang, kepada ANTARA di Denpasar, Minggu menjelaskan bahwa novel kesembilan yang akan diterbitkan sekitar dua bulan mendatang itu merupakan bentuk saluran bagi dirinya yang merasa "sakit" menyaksikan pentas politik, khususnya yang terjadi di Jawa Timur.

"Peristiwa pemilihan gubernur di Jatim dan puncaknya pemilihan anggota legislatif, bagi saya itu merupakan peristiwa yang sudah menyakiti mental," kata novelis kelahiran Banjarmasin, 5 Maret 1970 itu.

Karena itu, kemudian dirinya membutuhkan media untuk menyembuhkan diri. Ia kemudian menumpahkan semua pikirannya dalam tulisan tanpa henti.

"Bahkan saat itu, saya seperti trance. Sejak November 2008 sampai April 2009 saya cuma duduk di depan laptop, menulis. Sebelumnya saya banyak menangis menyaksikan praktik politik di negeri ini," katanya.

Menurut penulis keturunan Tionghoa itu, total waktu ia menulis novel Ciuman di Bawah Hujan selama lima bulan. Mulai pagi hingga malam, ia tidak berhenti menulis.

"Saya mencoba menggali inti diri. Situasi politik yang tidak nyaman itu menjadi daya dorong yang luar biasa ketika saya menulis," kata ibu dari tiga putri kembarnya itu.

Namun, setelah novelnya selesai ditulis, ia mengaku sakit mentalnya belum juga selesai. Ia mengaku masih membutuhkan waktu sekian lama untuk keluar dari dunia imaji kemudian menginjak dunia realita lagi. Meskipun ia menyadari bahwa imaji itu juga berangkat dari realitas politik.

Lan Fang mengemukakan, sepanjang 2008, dirinya sama sekali tidak mengeluarkan novel, padahal saat itu ada beberapa ide. Tetapi tidak ada situasi yang kuat untuk mendorong dia menulis.

"Ketika menulis CBH bisa dikatakan seperti terbagi ke dalam tiga bab emosional, yakni kemarahan, kesakitan dan kesedihan. Jadi selama menulis itu, saya marah, saya sakit, sekaligus saya menangis," katanya.

Perempuan yang menolak menyebutkan tokoh utama dalam novel CBH itu menjelaskan bahwa selain pemilihan gubernur dan pemilihan legislatif, novel itu juga bercerita tentang peristiwa Mei 1998, lumpur Lapindo, kampanye di zaman orba dan lainnya.

Ia mengemukakan, dirinya adalah orang yang berada di luar lingkar politik praktis. Namun, sejak pemilihan gubernur di Jatim, ia menemukan fakta hampir tidak ada berita politik yang indah, yang bisa dia baca dan dengar. (*)

Oleh
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009