Insiden perkelahian yang terjadi diruang Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) Polisi Resor Kota (Polresta) Makassar Timur ini diduga kerena terjadi kesalahpahaman antara Liyaqud Ali (25) dan Nawrowz Ali (19).
Untung beberapa petugas dan imigran lainya langsung melerainya. Namun meja dan komputer ruang SPK Polresta berantakan.
Sementara Liyaqud dan Nawrowz masing-masing mendapat luka lebam di wajahnya.
Keenam warga korban perang Afganistan yang diperiksa tersebut, yakni Liyaqud Ali, Nawrowz Ali, Ali Abrar, Hussain Ali Ahmad (14), Akbar (25) dan Haedar Ali (25). Mereka masuk ke Makassar melalui Bandara Internsional Sultan Hasanuddin Sabtu (27/9) Sore.
Salah satu warga imigran, Ali Abrar (20) menganggap jika adu jotos mereka disebabkan karena mereka saling tuding akan ada yang lari meninggalkan kelompok yang beranggotakan tujuh orang ini ke Australia. "Tadi memang saya emosi jadi kami berkelahi, " ujar Nawrowz.
Keberadaan enam imigran Afganistan ini di kantor polisi bermula saat mereka hendak memesan kamar di hotel Clarion Makassar.
Di hotel tersebut mereka datang dengan tujuh orang. Namun surat Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Pengungsi atau United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) yang ditunjukan kepada petugas reservasi hotel sudah tidak berlaku lagi. Kepolisian menggiring mereka ke Polresta Makassar Timur.
Batas berlakunya surat kuasa keimigrasian tersebut tertanggal 20 Juli 2009.
Saat keenam orang yang dijemput di ruang lobi hotel Clarion, Sabtu (26/9) sekitar pukul 22.00 Wita, terjadi aksi kejer-kejaran dengan aparat kepolisian disebabkan satu orang melawan dan berhasil kabur entah kemana.
Sedangkan pihak Organisasi Internasional untuk Imigrasi atau Organization for Migration (IOM) yang bermarkas di Makassar, telah memeriksa dan menahan mereka untuk sementara waktu di kantor polisi tersebut.
Menurut mereka, habisnya masa berlaku surat izin tersebut sudah tidak dipermasalahkan, karena selama di Jakarta pihak-pihak maupun lembaga-lembaga yang berhubungan dengan mereka tidak pernah ada yang komplain.
Namun saat ke Makassar, surat tersebut menghambat tujuan mereka untuk jalan-jalan. "Kami ke sini karena untuk jalan-jalan, " akuinya. (*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009