Jakarta (ANTARA News) - Kasus hukum yang menimpa pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi momok bagi tim rekomendasi untuk mencari pelaksana tugas (plt) pimpinan sementara KPK.
Salah satu anggota tim rekomendasi, Todung Mulya Lubis, ketika dihubungi ANTARA di Jakarta, Sabtu, mengaku tim rekomendasi telah menghubungi lebih dari 10 nama untuk dipilih sebagai plt sementara pimpinan KPK.
Namun, sebagian besar calon yang dihubungi menolak tawaran menjadi plt sementara pimpinan KPK karena kasus hukum yang menjerat dua pimpinan KPK, Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto, dipersepsikan sebagai tindakan kriminalisasi dari pekerjaan sebagai pimpinan KPK.
"Mereka, para calon yang dihubungi ini, mengatakan sendiri alasan penolakan karena kasus Chandra dan Bibit yang diartikan sebagai kriminalisasi dari pekerjaan sebagai pimpinan KPK," tuturnya.
Meski mengakui kasus hukum Chandra dan Bibit akhirnya menjadi momok bagi tim rekomendasi untuk mengisi jabatan plt sementara pimpinan KPK, Todung mengatakan, tim rekomendasi tetap berupaya mencari calon terbaik.
"Artinya, memang ada sebagian calon yang dihubungi tim menolak karena tidak mau mengambil risiko. Mereka ini khawatir nantinya akan mengalami hal sama dengan Chandra dan Bibit," ujarnya.
Saat ini, lanjut dia, tim rekomendasi masih berupaya menghubungi beberapa calon untuk mencari tiga plt sementara pimpinan KPK.
Menurut Todung, ada beberapa calon yang dihubungi oleh tim rekomendasi sudah menyatakan kesediaannya. Namun, ia menolak menyebut nama calon tersebut.
"Nanti saja tunggu tanggal 1 Oktober. Tanggal 1 kan kami akan menyerahkan nama kepada Presiden(Susilo Bambang Yudhoyono, red) ," ujarnya.
Todung juga tidak mau menyebutkan asal institusi maupun profesi calon yang sudah menyatakan kesediaannya."Pokoknya yang jelas harus memenuhi kriteria," ujarnya.
Pada Sabtu di Kantor Dewan Pertimbangan Presiden, tim seleksi yang hanya diwakili oleh Todung Mulya Lubis dan Adnan Buyung Nasution bertemu untuk mencari masukan bagi tim dalam memilih tiga plt sementara pimpinan KPK.(*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009