Jakarta (ANTARA News) - Sistem demokrasi di Indonesia adalah sistem demokrasi terbuka yang memungkinkan masyarakat menilai dan menentukan pilihannya terhadap partai politik (parpol) secara terbuka berdasarkan prestasi, bukan berdasarkan loyalitas.
Ketua Umum DPP Partai Golkar M Jusuf Kalla di Jakarta, Jumat malam, mengatakan, dengan sistem demokrasi terbuka, masyarakat saat ini tidak loyal terhadap salah satu partai politik tapi menentukan pilihannya berdasarkan hasil prestasi yang dicapainya.
"Hasil yang dicapai Partai Golkar sejak Pemilu 1997 sampai saat ini berada di posisi pertama, kedua, pertama, dan kedua, karena penilaian secara terbuka tersebut," kata Jusuf Kalla pada acara halal bihalal fraksi Partai Golkar.
Dijelaskannya, pada Pemilu 1997 Partai Golkar sebagai partai pemerintah mendapat kepercayaan sangat tinggi dari masyarakat sampai 60 persen. Namun karena pertumbuhan Indonesia pada semester kedua tahun 1997 turun sampai minus 15 persen dan terjadi krisis moneter masyarakat mengalihkan kepercayaannya.
Ketika diselenggarakan Pemilu 1999, kata dia, Partai Golkar berada di posisi kedua dengan memperoleh 22,5 persen suara, pemenangnya adalah PDI Perjuangan yang memperoleh 33,8 persen suara.
Dalam kurun waktu lima tahun pada 1999-2004, kata dia, pembangunan kurang berjalan baik, masih banyak masyarakat miskin dan pengangguran, sehingga masyarakat kembali mengalihkan pilihannya.
Pada Pemilu 2004, kata dia, Partai Golkar kembali menjadi pemenang pemilu dengan meraih 21,5 persen suara dan PDI Perjuangan berada di posisi kedua dengan perolehan 18,3 persen suara. Saat itu, Partai Demokrat berada di posisi kelima dengan perolehan suara 7,4 persen.
Pada Pemilu Presiden (Pilpres) tahun 2004, katanya, pasangan Presiden dan Wakil Presiden terpilih diusung oleh Partai Demokrat dan Partai Golkar, sehingga kedua partai tersebut menjadi partai pemerintah.
Namun pada Pemilu 2009, perolehan suara Partai Demokrat naik 300 persen dari 7,4 persen menjadi 20,8 persen.
Karena perolehan suara Partai Demokrat naik tinggi, tentu ada partai lain yang suaranya merosot, termasuk Partai Golkar menjadi 14,4 persen.
Dari gambaran tersebut, menurut Kalla, hasil perolehan suara parpol peserta Pemilu tidak selalu stabil tapi terus bergerak dinamis berdasarkan pilihan masyarakat.
"Masyarakat memilih dengan melihat prestasi dari indikator keberhasilan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi," katanya.
Kalla mengingatkan para pengurus Partai Golkar untuk mengembalikan kejayaan Partai Golkar menjadi pemenang Pemilu pada 2014.
Menurut dia, jika Partai Golkar ingin tumbuh lebih baik pada pemilu mendatang maka harus turut memerintah dan membuat pertumbuhan ekonomi yang baik.
Jika pembangunan berjalan baik dan pertumbuhan ekonomi berjalan baik, maka partai pemerintah akan mendapat kepercayaan tinggi dari masyarakat.
Sebaliknya jika pembangunan dan pertumbuhan ekonomi tidak berjalan dengan baik, kata dia, masyarakat akan mengalihkan pilihannya, sehingga oposisi yang akan menang.
Kalla juga mengingatkan pengurus Partai Golkar untuk selalu bersikap, obyektif, konsisten, dan proporsional, dalam menyikapi berbagai hal. (*)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009