Jakarta (ANTARA News) - Tim seleksi plt sementara pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertimbangkan untuk membuka nama-nama calon kepada publik sebelum diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Salah satu anggota tim seleksi, Adnan Buyung Nasution, di Kantor Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Jakarta, Jumat, mengatakan pembukaan nama-nama kepada publik itu dimaksudkan untuk meminta pendapat dan masukan masyarakat tentang nama-nama calon yang terjaring oleh tim seleksi.

"Kita sedang memikirkan bagaimana caranya membuka saran, meminta kritik terhadap nama-nama itu, apakah layak," ujarnya.

Namun, Adnan mengatakan, pembukaan nama terhadap publik masih dalam tahap pertimbangan yang belum tentu akhirnya dilakukan oleh tim seleksi. "Belum tentu juga nanti orang-orang yang dipilih ini mau," ujarnya.

Tim seleksi yang dibentuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mulai bekerja pada Kamis 24 September 2009 untuk memilih plt sementara pimpinan KPK.

Mereka tidak membuka pendaftaran untuk mencari calon, melainkan menggunakan sistem penjaringan. Sampai saat ini belum ada nama yang diperoleh oleh tim seleksi.

Tim seleksi baru menentukan kriteria plt sementara pimpinan KPK. Selain kriteria umum yang disyaratkan oleh UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK, tim seleksi menentukan calon plt harus bisa langsung bekerja, diterima oleh publik, serta tidak memiliki hambatan psikologis dengan dua pimpinan KPK yang ada.

Temui dua pimpinan

Pada Jumat, tim seleksi yang terdiri atas Adnan Buyung Nasution, Todung Mulya Lubis, Menko Polhukam Widodo AS,Menkumham Andi Mattalatta, dan mantan ketua KPK Taufiequrrachman Ruki, bertemu dengan dua pimpinan KPK yang tersisa, Haryono Umar dan M Jasin.

Menurut Adnan, pertemuan itu untuk meminta pendapat KPK tentang proses seleksi yang sedang dilakukan. Tidak menutup kemungkinan KPK dalam forum itu juga merekomendasikan nama plt sementara kepada tim seleksi.

Adnan mengatakan, pertemuan itu juga ditujukan untuk memberi penjelasan kepada pimpinan KPK yang tersisa bahwa proses hukum yang kini membelit tiga rekan mereka tidak dapat diintervensi oleh Presiden.

"Mereka itu sepertinya lebih menghendaki agar dua orang (Chandra Hamzah dan Bibit Samad Riyanto, red) yang diperiksa polisi bisa segera cepat kembali kepada mereka. Wajar-wajar saja. Tapi pendapat saya secara hukum tidak boleh suatu perkara pemeriksaan penegakan hukum dicampuri oleh siapa pun, Presiden juga tidak boleh," demikian Adnan.

Chandra dan Bibit dituduh menyalahgunakan wewenang mereka .

Sementara itu, salah seorang anggota KPK lainnya yakni ketua nonaktif Antasari Azhar diperiksa dalam kasus pembunuhan. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009