Jayapura (ANTARA) - Tokoh adat Papua Zadrak Taime mengajak kepada semua pihak untuk menghargai proses hukum yang sedang dijalani oleh tujuh tahanan di Pengadilan Negeri Balik Papan, Kalimantan Timur (Kaltim).
"Aksi sejumlah masyarakat Papua yang menuntut pembebasan kepada tujuh tahanan yang dinilai bertanggungjawab soal demo antirasisme di Kota Jayapura pada Agustus 2019 yang berujung anarkis telah ditunggangi kepentingan lain," kata Zadrak Taime selaku Ketua Dewan Adat Mamta Tabi di Jayapura, Senin.
Menurut dia, masyarakat Papua harus berhati-hati dan cerdas dalam menyikapi masalah, karena apa yang terjadi di Bumi Cenderawasih selalu dimanfaatkan oleh pihak lain yang ingin mencari keuntungan dalam kasus tersebut.
"Apalagi, kasus ini dijadikan persoalan politik yang di dalamnya ada pelanggaran HAM, separatisme dan rasisme, namun masalah ini tidak selalu diselesaikan dengan tuntas baik secara politik dan hukum sehingga selalu dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk memancing di air kabur," katanya.
"Jadi, kalau melihat persoalan ini apalagi masih terkait dengan ketidakadilan, separatisme dan rasisme, kalau mau kasus ini selesai dengan tuntas, ya harus dihormati proses hukumnya," sambungnya.
Baca juga: Bamsoet: kedepankan pendekatan persuasif kasus dugaan makar di Papua
Baca juga: Polisi di Mimika tetapkan Ivan Sambom tersangka kasus makar
Baca juga: Tujuh tersangka makar Jayapura tetap disidang di Balikpapan
Untuk itu, Zadrak menyarankan agar semua pihak mengawal kasus ini dengan baik agar dapat terlihat jelas apakah proses hukum berjalan dengan adil atau penuh rekayasa.
"Yah, tentunya kalau prosesnya sudah dikaitkan dengan masalah lain, sudah pasti tidak akan selesai-selesai persoalan di Papua. Harus fokus terhadap substansi persoalan, bukan dibawa keluar dari awal masalah," katanya.
Zadrak sependapat bahwa ketujuh orang atau tahanan yang ditetapkan sebagai tersangka adalah penggerak dan kordinator aksi demo yang sudah diungkap oleh aparat kepolisian.
"Sementara provokator dan yang mendanai aksi demo serta aktor intelektualnya kan belum terungkap. Ya, jadi kita harus hargai dulu proses hukumnya supaya terbuka semua dalam persidangan biar nanti hakim yang putuskan. Bukan mengintervensi untuk dibebaskan sehingga melupakan masalah lainnya," katanya.
Pewarta: Alfian Rumagit
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020