Kupang (ANTARA News) - Sebuah ladang minyak di Laut Timor, yang meledak sejak 21 Agustus memuntahkan 500.000 liter minyak setiap hari di wilayah perairan Laut Timor.
"Lokasi ladang minyak itu berjarak sekitar 690 km barat Darwin, Australia Utara dan 250 km barat laut Truscott di Australia Barat," kata Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB), Ferdi Tanoni kepada pers di Kupang, Jumat.
Mantan agen imigrasi Kedutaan Besar Australia mengemukakan adanya muntahan ratusan ribu liter minyak mentah ke Laut Timor akibat meledaknya sebuah ladang minyak di Laut Timor itu, berdasarkan laporan jaringan YPTB yang bermarkas di Canberra, Australia.
Tanoni yang juga Ketua Pokja Celah Timor ini mengatakan, ladang minyak Montara yang meledak tersebut, letaknya lebih dekat dengan gugusan Pulau Pasir (ashmore reef) yang menjadi pusat pencarian ikan dan biota laut lainnya oleh nelayan tradisional Indonesia.
Berdasarkan laporan tersebut, ujar penulis buku "Skandal Laut Timor, Sebuah Barter Politik Ekonomi Canberra-Jakarta" ini, muntahan ratusan ribu liter minyak mentah tersebut telah mencemari perairan Laut Timor dan lingkungan di sekitarnya serta mengancam seluruh habitat yang berada di kawasan tersebut.
Ladang minyak Montara ini dioperasikan PTTEP Australasia, sebuah perusahaan minyak asal Thailand.
Untuk mengatasi kebocoran tersebut, perusahaan minyak itu terpaksa memindahkan alat pembor minyak lepas pantai canggih milik Australia West Tritton yang berada di Pulau Batam ke lokasi insiden tersebut.
Peralatan pengeboran canggih milik perusahaan minyak Australia West Tritton itu dimanfaatkan untuk mengebor sebuah sumur pelepas guna memompa lumpur tebal ke dalam sumur minyak yang meledak itu untuk menutup kebocoran.
Juru bicara PTTEP Australasia, Mike Groves mengatakan, tumpahan minyak tersebut luasnya hanya mencapai 15 km panjang dan 30 meter lebar.
Meskipun demikian, kata Tanoni dengan mengutip laporan jaringan YPTB dari Canberra, insiden mengenaskan itu masih tetap menjadi perdebatan sengit dalam Perlemen Australia di Canberra.
Senator Rachel Siewart dan Pimpinan Partai Hijau di Parlemen Senator Bob Brown menuding PTTEP Australasia tidak transparan dan mempertanyakan pemerintahan Partai Buruh Australia soal kepastian angka muntahan minyak yang disemburkan dan mencemari Laut Timor.
Hingga posisi 29 Agustus 2009, kebocoran itu telah menjangkau 3.000 km2, bahkan menurut petugas Otoritas Keselamatan Maritim Australia pada tanggal 30 Agustus 2009, kebocoran telah mencapai 6.000 km2.
Mereka juga mempertanyakan besarnya angka muntahan minyak yang dikemukakan Menteri Lingkungan Australia, Senator Garett bahwa muntahan minyak mentah hanya mencapai sekitar 48.000-64.000 liter/hari.
Namun, menurut laporan media Australia, kata Tanoni, telah terjadi muntahan minyak sebanyak 500 ribu liter per hari dan telah mencemari perairan dan lingkungan di Laut Timor yang berdampak langsung terhadap ekosistem yang ada.
"Kami sangat mengkhawatirkan insiden tersebut, karena akan menyerupai kasus terbelahnya kapal tanker Exxon Valdez pada Maret 1989 yang tenggelam di pantai barat Amerika Serikat dan menumpahkan 42 juta liter minyak yang mencemari perairan dan lingkungan di Teluk Alaska, yang hingga saat ini sudah 20 tahun lamanya tetapi dampaknya masih terus ada," katanya.
"Bila ini terjadi, maka tidaklah mustahil jika suatu waktu masyarakat di Pulau Timor, baik yang ada di Timor Leste maupun Timor barat bagian Nusa Tenggara Timur (NTT), tidak bisa lagi mendapatkan ikan dan biota laut lainnya untuk dikonsumsi," katanya.
Tanoni menambahkan, pihaknya saat ini sedang mempelajari sebuah laporan penelitian ilmiah setebal 30 halaman dari sebuah lembaga ilmiah di Melbourne, Australia tentang kebocoran minyak di Laut Timor tersebut dan dampaknya terhadap lingkungan dan ekosistem yang ada di Laut Timor. (*)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009