Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Azis Syamsuddin, di Jakarta, Kamis malam, menegaskan posisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga negara sekaligus badan yang independen harus diwaspadai.
Pernyataan itu dikemukakannya menyusul penandatanganan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) oleh Presiden RI yang bertujuan mengangkat tiga orang pelaksana tugas sementara pimpinan KPK.
"Menurut hemat saya, perpu itu adalah kewenangan Presiden dalam posisi sebagai Kepala Pemerintahan. Namun, itu tadi, dalam posisi KPK sebagai lembaga negara dan lembaga yang independen, kini harus diwaspadai, mau dibawa ke arah mana," katanya.
Menurut dia, hal-hal yang harus diwaspadai pascaperpu dan pembentukan "Tim Lima" untuk merekrut tiga nama calon Plt. KPK itu, antara lain berkaitan dengan kredibilitas, kapabilitas, kompetensi, dan "track record" mereka.
"Jelas, kita semua harus mewaspadai siapa saja yang akan duduk sebagai pimpinan KPK tersebut. Ini penting untuk penguatan, bukan pelemahan KPK," katanya menandaskan.
Seperti yang diwartakan, tiga pimpinan KPK yang kini "bermasalah" hukum dan dianggap tak bisa melaksanakan tugasnya, masing-masing Antasari Azhar (ketua), Chandra M. Hamzah (wakil ketua lalu jadi ketua ketika Antasari Azhar jadi terdakwa), dan Bibit Samad Riyanto (wakil ketua).
"Persoalannya, bagaimana kalau Kejaksaan Agung mengeluarkan Surat Keterangan Penghentian Penuntutan (SKPP) untuk Saudara Antasari. Kemudian posisi dia di KPK yang telah diisi oleh Plt. sesuai perpu lantas bagaimana?" tanyanya.
Hal yang sama, menurut dia, juga bisa terjadi pada Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Riyanto.
"Bagaimana bila tiba-tiba keluar Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP-3) buat Saudara Bibit dan Chandra karena Polri, misalnya, tak punya cukup alat bukti untuk menjadikan mereka dari tersangka ke terdakwa?" tanyanya lagi.
Hal-hal itulah, kata Azis Syamsuddin, yang harus benar-benar diwaspadai dalam konteks eksistensi KPK sebagai lembaga independen juga lembaga negara agar semua proses saat ini tidak "bermasalah", baik hukum maupun konstitusi, di kemudian hari. (*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009