"Kami sangat mendukung langkah pemerintah Kabupaten Kupang untuk menyelesaikan batas wilayah antara Kabupaten Kupang dan Distrik Oecusi secara adat. Langkah ini adalah jalan keluar yang baik," kata Konsul Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Caitano de Sousa Guterres, di Kupang, Kamis.
Bupati Kabupaten Kupang, Drs. Ayub Titu Eki mengatakan akan mengupayakan agar penyelesaian masalah tapal batas antara dua wilayah tersebut melalui adat dan kekeluargaan.
Alasannya karena warga dua wilayah yang berbatasan ini memiliki hubungan darah, kawin mawin, budaya dan bahasa yang sama.
Penyelesaian ini kata dia, akan melibatkan tokoh agama Katolik Pater Gregor Neonbau, SVD dan Romo Bento Ninu, Pr, pastor Paroki Mater Dei Oepoli. "Pemerintah dan tokoh agama akan mempertemukan warga Desa Netemnanu dan warga Timor Leste di distrik Oecusi, Kecamatan Amfoang Utara untuk membahas masalah ini," kata Titu Eki.
Guterres mengatakan titik batas negara yang belum terselesaikan oleh tim teknis dari kedua negara tinggal satu persen yang berlokasi di Sitrana, Oecusi.
Persoalannya adalah karena dalam peta yang ditinggalkan pemerintah Belanda, batas wilayah dua negara itu ditetapkan berdasarkan alur sungai.
"Sekarang sungai itu sudah tidak ada. Inilah yang menyebabkan tim teknis dari kedua negara kesulitan dalam menetapkan batas dua negara dititik ini," katanya.
Dia mengatakan, persoalan ini akan diserahkan kembali kepada tim teknis kedua negara jika penyelesaian melalui cara adat tidak membuahkan hasil.
"Kalau jalan buntu maka masalah ini akan diserahkan kembali kepada kedua negara untuk menyelesaikannya. Mungkin saja kawasan itu harus digali untuk memastikan apakah benar ada sungai atau tidak atau ada jalan tengah yang bisa diterima oleh kedua belah pihak," katanya.
Prinsipnya, kata dia, jalan penyelesaian yang ditempuh harus dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Dia juga meminta agar persoalan ini tidak dibesar-besarkan karena akan membuka peluang bagi pihak ketiga yang bisa memperkeruh hubungan kedua negara bertetangga.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009