Jakarta (ANTARA News) - Merayakan Idul Fitri 1430 H di Polandia bagi masyarakat Indonesia menjadi momen istimewa. Apa yang membedakannya dengan tahun lalu? Sebenarnya, ritualnya sama saja dengan lebaran tahun lalu.
Masyarakat muslim dari berbagai bangsa di Warsawa berkumpul di satu-satunya mesjid yang terdapat di Warsawa, di bilangan elite Wilanow, di jalan Wiertnicza, saling bermaaf-maafan pada hari itu, Minggu, 20 September 2009. Tanggal Idul Fitri di Polandia diumumkan oleh masjid beberapa hari sebelumnya,
Di negeri dengan 95 persen penduduk beragama Katolik ini memang tidak banyak terdapat mesjid. Beberapa masjid di kota-kota lain yang saya kunjungi memang tidaklah sebesar di Indonesia.
Di Byalistok dan kawasan permukiman muslim tertua, ada beberapa masjid dan pekuburan kuno bersejarah yang dibangun kaum Tartar. Juga di Wroclaw, meskipun tidak besar seperti di Indonesia tetapi dilengkapi madrasah, atau di Gdansk yang dulu dibangun gotong-royong oleh negara-negara Islam.
Dubes Indonesia Ambyar Tamala dulu bertindak sebagai bendaharawan pembangunan masjid di kota Lech Walesa ini. Jika berkunjung ke Gdansk, saya menyempatkan untuk shalat di masjid ini.
Jika sekarang umat Islam di Warsawa bergembira, wajar. Karena di ibukota Polandia ini sedang dibangun sebuah masjid raya modern. Panitia memberitahukan kepada saya dalam suatu kesempatan, Insya Allah masjid raya ini akan selesai dibangun pada tahun 2010.
Memang kian banyak perantau dari negeri Muslim datang ke sini. Maklum, negeri itu satu-satunya yang memiliki pertumbuhan ekonomi positif di Eropa sekarang.
Bulan Ramadhan tahun ini dimulai pada saat akan berakhirnya liburan musim panas. Maka, bulan September pun dijejali dengan padatnya kegiatan diplomatik. Memang September mengawali kegiatan menjelang musim gugur, setelah liburan musim panas. Pada pertengahan Desember sampai minggu pertama Januari, mereka libur kembali.
Resepsi hari kemerdekaan RI yang berlangsung di Hyatt Regency dilaksanakan 11 September yang lalu. Bertubi-tubi undangan untuk iftar (acara berbuka puasa) dari berbagai negara-negara konferensi Islam (OKI), termasuk undangan iftar dari Menlu Radek Sikorski, Mensesneg Mariusz Handzlik atas nama Presiden Lech Kaczynski.
Polandia setelah menyempurnakan integrasinya ke struktur-struktur Eropa, kini kembali memperbarui hubungan tradisional dengan sahabat-sahabat lama, termasuk negara-negara utama di Asia Pasifik seperti Jepang, China, India dan Indonesia serta negara-negara Islam lainnya.
Shalat Ied
Shalat Ied di masjid dimulai pukul 09.00 waktu setempat, dipimpin oleh Imam Emir Poplawski. Sang imam ini berdarah etnis Tartar, bangsa yang gagah berani berjasa membela Polandia dari berbagai serangan negeri asing. Mereka sejak 600 tahun telah bermukim di Polandia.
Selanjutnya, Imam menyampaikan khotbahnya dengan tema makna Idul Fitri dan seruan untuk memperbarui komitmen bagi kehidupan yang lebih islami pada tahun-tahun berikutnya.
Pagi yang cerah itu, seusai shalat ied, tampak masyarakat muslim dari berbagai negara bersalam-salaman.
Saya dan isteri sempat beramah-tamah dan berfoto dengan masyarakat Indonesia di halaman masjid.
Setiap shalat ied, saya selalu bertemu dengan wajah-wajah baru, apakah pekerja atau mahasiswa Indonesia dan juga dari Malaysia yang memang berwajah dan rumpun sama dengan kita.
Hari itu, tampak pria muda Erditya Nur Arsah yang belajar di Lublin dan Niken Prawesti dari AIESEC yang sedang magang di Sczecin, serta kedua juru-masak pada Indonesia Food Festival di Hyatt Regency, Muhammad Sidik dan Azis Wahyudin. Mereka baru beberapa hari berada Polandia.
Namun, seusai kami shalat tampak sebagian umat yang baru tiba bergegas memasuki masjid, karena memang shalat Ied berlangsung dalam dua putaran, untuk menampung khalayak yang datang dari berbagai penjuru negeri.
Kegiatan lebaran pada hari pertama di masjid berlangsung sampai maghrib. Hari itu, pengurus masjid mengadakan berbagai acara, misalnya musabaqah, kuis cerdas cermat tentang Islam maupun pengetahuan umum tentang Polandia, makan siang bersama, dan pertunjukan film-film Islami.
Sayang, saya tidak bisa menghadiri acara itu sepenuhnya, karena masih ada beberapa kegiatan diplomatik lainnya pada hari itu, meskipun hari Minggu.
Karena hari Minggu libur, memang banyak warga muslim bersama keluarga yang menghabiskan waktu seharian di masjid. Tampak, beberapa mualaf yang berasal dari etnis Eropa dan Polandia sedang khusuk beribadah di masjid.
Saya juga telah menyampaikan konfirmasi untuk hadir pada acara Idul Fitri yang disebut "Bayram Day" oleh kaum muslim keturunan Tartar di Byalistok.
Imam Ali Abi Issa dari masjid Wroclaw juga telah menyampaikan undangan untuk hadir dalam acara bersama masyarakat Muslim di sana, seperti tahun-tahun lalu.
Kegiatan Ramadhan di KBRI
Ramadhan bagi kami WNI di Polandia menjadi bulan nikmat, kesempatan untuk bertemu sesama warganegara dalam kegiatan tarawih pada setiap akhir pekan di KBRI.
Seperti tahun-tahun lalu, kegiatan Ramadhan dimulai di Wisma Duta dalam acara berbuka bersama seluruh warga, termasuk non-Muslim, dan dilanjutkan dengan tarawih. Syaf Rudin, staf lokal yang berasal dari Minang, selalu menjadi imam. Ibu-ibu biasanya menggunakan bulan Ramadhan untuk tadarus pada siang hari.
Acara berbuka bersama juga dilakukan bergotong-royong, masing-masing keluarga muslim menyumbang untuk konsumsi. Memang, puasa di Eropa pada penghujung musim panas berlangsung lebih lama daripada di tanah air. Imsyak dimulai pada pukul 04 pagi, sedangkan maghrib dimulai jam 19.30.
Pada shalat tarawih terakhir, saya yang ditunjuk sebagai imam shalat Isya. Saya pun menggunakan waktu untuk berbincang-bincang dengan warga Indonesia yang hadir, termasuk non-muslim, setelah Imam tarawih Syaf Rudin menutup salam.
"Bulan Ramadhan sudah melekat menjadi tradisi di seluruh wilayah Indonesia, yang disemarakan oleh masyarakat non-muslim. Secara sosiologis, suasana pada bulan Ramadhan menjadi berbeda, karena kental dengan kegiatan keagamaan baik komunal maupun individual," demikian saya membuka ceramah.
Suasana relijius ini tidak hanya dirasakan di kampung, desa, atau kota kecil saja. Karena meskipun telah tersegmentasi dalam kelompok kedaerahan, primordial, tetapi dalam konteks lebih luas bulan Ramadhan digunakan juga oleh kaum profesional maupun politisi di kota-kota besar untuk bersilaturahmi, sambil mendalami makna dan pesan-pesan yang terkandung dalam bulan Ramadhan.
Saya mengajak semua warga untuk menjadikan bulan Ramadhan momentum untuk memperkokoh silaturahmi dan kerukunan sesama umat beragama. Kita harus refleksikan keberagaman Indonesia, termasuk dalam agama dan keyakinan, ke dalam pergaulan antarbangsa di luar negeri. Nilai-nilai ini mungkin unik dan tidak dimiliki oleh bangsa-bangsa lainnya.
Menurut saya, bagi siapa pun masyarakat Indonesia yang berada di luar negeri, terutama para diplomat perlu memahami kegiatan Ramadhan secara sosiologis, karena Indonesia dikenal sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia. Janggal, bila seorang Indonesia berada di luar negeri tidak bisa menceritakan fenomena Ramadhan di tanah airnya.
Saya mengulangi pesan, bahwa secara teologis Islam, Ramadhan adalah bulan seribu bulan untuk memperbanyak amalan, sekaligus introspeksi dan memperbarui determinasi untuk menjadi manusia yang lebih baik dari sebelumnya.
Pada bulan Ramadhan, umat Islam tidak hanya berpuasa, tetapi juga memperbanyak amalan shalat, zikir dan membaca Al Quran, berbuat kebajikan terhadap sesama, termasuk membayar zakat dan sedekah kepada orang yang berkekurangan, sebagai refleksi dari rasa solidaritas kemanusiaan.
Pada bulan Ramadhan turun wahyu pertama dari Al Quran, sebagai salah satu kitab yang wajib diimani oleh kaum muslim, di samping kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada manusia melalui rasul-rasulnya, seperti Taurat, Zabur, Injil (Bibel), dan ajaran-ajaran yang juga diamalkan oleh kaum Yahudi dan Kristiani.
Tidak lupa, saya menyisipkan pesan-pesan dari tanah air. Tahun ini menjadi khusus, kita baru saja menyelesaikan pesta demokrasi dengan memilih parlemen dan presiden untuk masa jabatan lima tahun ke depan.
Kita bergairah, karena meskipun dunia di lingkungi krisis ekonomi tetapi Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 4 persen berhasil meredam efek terburuk seperti menimpa negara-negara maju. Daya tahan ekonomi menjadi modal kita untuk bersikap optimistis ke depan untuk peningkatan, kesejahteraan masyarakat .
Keberhasilan Polri menggulung terorisme dengan tewasnya Noordin M Top, juga mendapat pujian dari masyarakat internasional. Reaksi umat Islam Indonesia terhadap aksi-aksi teror dan dukungan terhadap penegakan hukum terhadap para teroris menunjukkan kematangan umat Islam Indonesia.
Sekarang dengan tegas kita dapat menolak terorisme bertopeng agama. Kejahatan tetaplah kejahatan, apa pun motivasinya. Sebaliknya, kebajikan adalah pahala. Sejatinya, Islam adalah rahmat bagi seluruh alam semesta, rahmatan lil alamin, karena itu menolak kejahatan terhadap kemanusiaan.
Harapan saya, kebulatan tekad dan upaya serta kebersamaan umat Islam di tanah air dalam menghadapi terorisme merupakan modal penting untuk mengikis habis kantong-kantong terorisme yang mungkin masih eksis di tanah air.
Open House di Wisma Duta
Pada hari kedua Lebaran, Senin (21/9), warganegara Indonesia maupun keluarga perkawinan campuran, suami atau isteri berwarganegara asing, seperti tahun lalu melaksanakan halal bil halal di Wisma Duta, di kawasan permukiman bergengsi Saska Kepa. Di seluruh wilayah Polandia hanya terdapat sekitar 150 WNI.
Suasana sumringah mewarnai kental acara bermaaf-maafan dan bertukar-informasi, sambil menikmati masakan tradisional lebaran, layaknya seperti di tanah air.
Tak luput, sejumlah penganan tradisional lebaran yang disiapkan oleh kaum ibu yang tergabung dalam Dharma Wanita Persatuan, mewarnai suasana lebaran di negeri jauh itu. Nasi putih dan lontong, sup kimlo, kari kambing, sayur lodeh, opor ayam, tauco udang dan semur Jakarta, serta berbagai jajanan pasar seperti tape uli, lapis Surabaya, es teller, nastar, kastenger, putri salju dan kacang bawang menjadi santapan lezat.
Tampak hadir juga beberapa duta besar negara sahabat, seperti Dubes Malaysia Ny. Rosmidah Binte Zahid, Dubes Filipina Alejandro Del Rosario, pejabat tinggi Kemlu Dubes Tadeusz Chomicki dan sejumlah diplomat, para anggota Warsaw Gamelan Group, dan berbagai unsur masyarakat Polandia pencinta budaya Indonesia.
Masyarakat Indonesia yang datang dari berbagai penjuru negeri Polandia tampak meramaikan suasana. Mereka juga menyanyikan lagu-lagu popular diiringi Band KBRI. Tak lupa, dangdutan turut menghibur para pekerja skill Indonesia dari berbagai industri di penjuru kota Polanda. Tampak pula sebagian keluarga expatriat. Semuanya berbaur, sejenak melupakan diri sedang berada di perantauan.
Hari itu kami merayakan kemenangan, setelah menjalankan ibadah sebulan penuh di bulan Ramadhan. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1430 H. Minal aidin walfaizin. (*)
*Penulis adalah Dubes RI untuk Polandia
Oleh Oleh Hazairin Pohan
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009