Padang (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch (ICW) menawarkan lima kriteria pelaksana tugas pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Meski dari awal kami menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) tentang perubahan UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK, namun faktanya prosesnya sudah berjalan. Untuk itu, pemilihan pelaksana tugas pimpinan KPK mesti diawasi, dan harus memenuhi enam kriteria," kata Febri Diyansyah, peneliti hukum ICW, ketika dihubungi ke Jakarta, Kamis.

Kriteria pertama, orang yang dipilih mesti tidak berafialisasi ke salah satu partai politik atau haruslah nonpartisan.

"Kalau dia berafilisasi ke parpol jelas sangat berbahaya. Sebab, hingga saat ini parpol masih merupakan akar korupsi. Bahkan, apabila orang tersebut menjadi bagian dari salah satu porpol, akan terjadi konflik kepentingan terutama di parlemen, sementara parlemen mesti menjadi tugas KPK untuk dibersihkan," ujar Febri.

Kriteria kedua, kata dia, orang yang dipilih bukan orang dekat presiden. "Ini penting karena Perppu sudah bermasalah dari awal.Jangan sampai Perppu digunakan menjadi alat legitimasi untuk `menikam` KPK atau sebagai `kuda troya`. Kita tidak menginginkan perppu dianggap sebagai hadiah, namun di balik itu KPK justru ditikam," kata dia.

Ketiga, ICW menolak polisi dan jaksa aktif dicalonkan sebagai plt pimpinan KPK. Sebab, latar belakang lahirnya KPK karena kejaksaan dan kepolisian gagal dalam pemberantasan korupsi.

Kriteria yang keempat, apabila advokat yang ditunjuk sebagai calon plt pimpinan KPK, maka haruslah advokat yang tidak pernah membela kasus korupsi, apalagi advokat yang membela terdakwa dalam kasus yang ditangani KPK.

Kelima, haruslah dipilih dari orang yang benar-benar kuat dalam hal integritas.

"Untuk itu, mesti dilihat rekam jejaknya selama bertugas. Kalau yang bersangkutan pernah berkompromi dalam pemberantasan korupsi, jelas tidak pantas dipilih," kata dia.

Keenam, kata Febri, kekayaan calon plt pimpinan KPK mesti dilihat.

"Artinya, apakah yang bersangkutan punya kekayaan yang wajar, bila dibandingkan dengan penghasilan yang diterima," kata dia.

Febri mengatakan, sejak awal ICW sudah menolak lahirnya Perppu dan pembentukan tim seleksi pelaksana tugas pimpinan KPK. Alasannya, pembentukannya terkesan dicari-cari.

"Benarkah negara dalam keadaan genting, atau siapa yang genting. Kasus Century, atau polisi kah yang genting?" katanya, mempertanyakan.

Namun faktanya, kata dia, Perppu sudah ditandatangani, dan tim sudah dibentuk.

"Kami tidak ingin perppu yang `sesat` berakibat jauh lebih buruk. Makanya, tim perumus tersebut mesti diawasi," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009