Jakarta (ANTARA) - Pandemi COVID-19 yang melanda dunia sangat berdampak terhadap kegiatan olahraga secara global.
Banyak agenda besar terpaksa dibatalkan atau diundur pelaksanaannya. Bahkan, Olimpiade Tokyo 2020 pun harus diundur hingga tahun depan.
Pun banyak kalender kegiatan turnamen bulu tangkis internasional ikut dibatalkan atau diundur oleh Federasi Bulutangkis Dunia (BWF).
Baca juga: BWF rilis jadwal baru, PBSI lebih selektif pilih turnamen
Di Tanah Air, perhelatan turnamen bulutangkis paling akbar, Indonesia Terbuka, pun harus diundur dari jadwal semula pada Juni menjadi November 2020.
Di tengah ketidakpastian tersebut, akhir tahun ini Pengurus Pusat Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI) masih memiliki gawean besar lain. Yaitu, menyelenggarakan Musyawarah Nasional (Munas). Agenda utama adalah memilih nakhoda organisasi bulutangkis nasional periode 2020-2024.
Kepengurusan PP PBSI periode 2016-2020 di bawah kepemimpinan Wiranto sendiri, akan berakhir pada Oktober ini.
Hanya, karena semua terfokus kepada penundaan penyelenggaraan agenda besar akibat pandemi COVID-19 itu, agenda penting di tubuh PBSI tersebut seperti terlewatkan. Padahal, masa bakti kepengurusan Wiranto tinggal hitungan bulan. Hingga kini, tak hanya di media arus utama yang sepi, di media daring dan sosial media pun isu seputar suksesi di tubuh PBSI nyaris tak terdengar.
Menilik perjalanan sejarah pemilihan ketua umum organisasi tepok bulu nasional yang saya amati sejak awal 1990-an, biasanya setengah tahun sebelum Munas, kondisinya sudah menghangat. Nama-nama kandidat dalam bursa calon ketua umum, bermunculan. Pengprov PBSI, sang pemilik suara dalam Munas, juga sudah ramai dengan mengelus jagonya masing-masing.
Baca juga: Hendra Setiawan mau tetap di dunia bulu tangkis setelah gantung raket
Organisasi Paling Seksi
Memilih calon ketua umum organisasi bulu tangkis nasional memang tidak mudah. Dibandingkan dengan cabang lain, bulu tangkis bisa dibilang paling seksi. Popularitasnya juga di atas cabang lain. Maklum, dari sisi prestasi, bulu tangkis sudah mendunia. Cabang ini kerap mengharumkan Indonesia di pentas dunia.
Hingga kini, paling tidak Indonesia telah mencetak 23 gelar juara di Kejuaraan Dunia, 48 titel juara All England, 13 kali juara Piala Thomas, 3 kali juara Piala Uber, serta masing-masing sekali memboyong Piala Sudirman dan Piala Suhandinata. Masih ditambah lagi, merebut 28 medali emas di pentas Asian Games. Selain itu, banyak gelar dari turnamen-turnamen bulu tangkis yang berlangsung di berbagai negara.
Sejauh ini pula hanya bulu tangkis yang mampu mempersembahkan medali emas bagi kontingen Merah-Putih di kancah Olimpiade. Total tujuh medali emas, enam perak, dan enam perunggu berhasil direbut pebulu tangkis kita di ajang pesta olahraga paling akbar sejagat tersebut.
Sejarah emas itu dimulai sejak Susy Susanti dan Alan Budikusuma melakukannya di Olimpiade Barcelona 1992. Lalu Ricky Soebagdja/Rexy Mainaky di Olimpiade Atlanta 1996, Candra Wijaya/Tony Gunawan (Olimpiade Sydney 2000), Taufik Hidayat (Olimpiade Athena 2004), dan Markis Kido/Hendra Setiawan (Olimpiade Beijing 2008). Yang terakhir oleh Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir di Olimpiade Rio de Janeiro 2016.
Baca juga: Mohammad Ahsan masih berambisi ke Olimpiade Tokyo
Wajar kalau kemudian muncul sejumlah prasyarat yang demikian berat dalam mencari figur yang bakal menjadi Ketua Umum PP PBSI 2020-2024. Maklum, karena taruhannya adalah prestasi besar bulu tangkis Indonesia di panggung internasional. Syarat-syarat tersebut, di antaranya mencintai bulu tangkis. Tokoh tersebut juga harus memiliki kemampuan manajerial tangguh.
Selain itu, kandidat tersebut juga harus memiliki jejaring (networking) yang luas, punya waktu, dan harus memiliki jabatan penting di pemerintahan. Maklum, dari dulu hingga kini, Ketua Umum PBSI adalah tokoh yang memiliki power. Dan yang terpenting adalah memiliki kemampuan dalam mencari dana besar. Jangan lupakan pula, mendapat restu dari Presiden Joko Widodo.
Syarat mampu mencari dana besar ini sangat penting. Pasalnya, sejak era kepemimpinan Gita Wirjawan (2012-2016) yang kala itu menjabat sebagai Menteri Perdagangan, PBSI memiliki visi meningkatkan kesejahteraan pemain. Alhasil, uang kontrak sponsor individual, prize money, dan bonus yang didapat pemain, 100 persen seluruhnya masuk ke kantung atlet.
Baca juga: 45 tahun silam, Indonesia rebut Piala Uber pertamanya
Hal ini berbeda dengan era ketua-ketua sebelumnya. Kala itu, penghasilan yang didapat pemain tersebut harus dibagi dengan PBSI sebagai dana pembinaan. Dulu porsi pembagian pendapatan antara pemain dan PBSI pernah sampai 50-50 dan kemudian berubah menjadi 75 persen untuk pemain dan 25 persen bagi PBSI.
Dampak dari kebijakan Gita tersebut, uang kontrak sponsor individual, prize money, dan bonus yang didapat pemain, sesenpun tidak ada yang masuk ke kas PBSI seperti dulu. Untuk menjalankan pelatnas dan pengiriman pemain, PBSI pun harus mengandalkan dana dari sponsor dan bantuan pemerintah yang terbatas jumlahnya. Di sinilah peran ketua umum, yaitu harus mencari dana tambahan.
Kita tahu, Pelatnas PBSI yang ada di Cipayung, Jakarta Timur, berlangsung sepanjang tahun. Hal ini tentu membutuhkan dana sangat besar. Tak hanya untuk penyelenggaraan pelatihan bagi 104 pemain pelatnas utama dan pratama, serta 25 pelatih teknik dan fisik, dana besar itu juga untuk membiayai pengiriman pemain ke banyak turnamen di mancanegara.
Punya Kapasitas dan Kapabilitas
Dari hasil ngobrol-ngobrol yang saya dapatkan di kalangan pecinta bulu tangkis nasional, saat ini paling tidak ada sejumlah nama yang muncul ke permukaan sebagai kandidat Ketua Umum PP PBSI 2020-2024. Mereka itu di antaranya adalah, Menristek Bambang Soemantri Brodjonegoro. Kemudian, nama Menteri BUMN Erick Thohir pun disebut. Kapolri Jenderal Idham Azis juga masuk bursa calon ketua organisasi bulu tangkis nasional.
Selain itu masih ada nama Kepala Staf Kantor Kepresidenan Moeldoko. Mantan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin pun diajukan.
Bahkan, kendati saat ini sudah menjabat sebagai Ketua Umum PB Wushu Indonesia (2017-2021), Menko Perekonomian Airlangga Hartarto juga disebut masuk bursa.
Dengan segala kelebihan dan kekurangan, mereka semua tentu memiliki kapasitas dan kapabilitas sebagai kandidat untuk menduduki kursi PBSI-1 hingga 2024. Tak hanya memiliki power dan mencintai tepok bulu, mereka juga tokoh yang hebat dalam urusan manajerial. Mereka semua dinilai memiliki jejaring luas dan punya kemampuan untuk mencari dana besar.
Sebagai pemilik suara dalam Munas, Pengprov PBSI yang ada di 34 daerah tentu sudah mulai menimbang-nimbang. Siapa calon yang akan dipilih dalam Munas nanti. Selain nama-nama di atas, mungkin masih banyak calon lain yang juga layak untuk diapungkan dan dipilih menjadi nakhoda PBSI. Semakin banyak calon, makin baik.
Baca juga: 31 tahun Piala Sudirman, menanti pulangnya trofi "Borobudur"
Kami para pecinta bulu tangkis nasional cuma berpesan, para pemilik suara jangan sampai salah pilih. Sebab, taruhannya adalah prestasi bulu tangkis Indonesia. Siapa pun dia, yang terpenting adalah mampu menjaga tradisi dan supremasi prestasi bulu tangkis Indonesia di pentas dunia.
Jadi, siapa dia yang pantas menjadi Ketua Umum PP PBSI 2020-2024?
*) Broto Happy W., Pengamat, komentator, penulis buku bulu tangkis, sekaligus pecinta olahraga tepok bulu.
Copyright © ANTARA 2020