Para penumpang di gerbong tersebut menjadi panik dan berebut keluar sambil berteriak-teriak kebakaran.
Penumpang di gerbong lainnya yang mendengar teriakan tersebut juga menjadi panik sehingga hampir seluruhnya berhamburan keluar berusaha menyelamatkan diri.
"Saat masih jalan juga sudah tercium bau seperti kabel terbakar," kata seorang pria penumpang KRL yang sudah keluar ke peron stasiun.
Satu keluarga yang berada di gerbong ketiga dari belakang tampak kurang sigap, sehingga terdorong-dorong oleh penumpang lainnya hingga terjatuh.
Keluarga tersebut warga Pondok Kopi Jakarta Timur yang terdiri atas satu pria dewasa, dua wanita dewasa, dan lima anak-anak.
Lima dari tujuh orang keluarga tersebut tampak menangis dengan keras di peron stasiun UI karena panik. Sedangkan satu pria dewasa yang menjadi pimpinan rombongan tampak berusaha mencari tas dan barang bawaannya yang masih tertinggal di dalam kereta.
"Kita baru bersilaturrahim ke rumah keluarga di Bogor dan akan pulang ke Pondok Kopi," kata salah seorang perempuan dewasa di antara isak tangisnya.
Sedangkan seorang perempuan dewasa lainnya tampak menangis dengan keras sambil memegang dadanya karena kaget, sehingga ia menjadi tontonan para penumpang lainnya.
Dari kelima anak-anak dalam rombongan tersebut, empat orang anak tampak menangis dan hanya seorang anak yang terlihat lebih tenang dan tidak menangis.
Keluarga tersebut kemudian memutuskan untuk naik KRL Ekonomi berikutnya sambil beristirahat sejenak untuk menenangkan diri.
Petugas tiket dari PT Kencana Lima, Asep, mengatakan, asap yang mengepul cukup banyak di gerbong ketiga dari belakang karena kanvas rem terlalu panas sehingga mengeluarkan asap.
Menurut dia, kepulan asap tersebut tidak berbahaya asalkan KRL bisa diistirahatkan sejenak.
Setelah beristirahat sekitar 10 menit, petugas dari bagian informasi stasiun Depok mengumumkan bahwa KRL Ekonomi tersebut aman dan siap berangkat kembali.
Namun sebagian penumpang lainnya tampak memilih menggunakan KRL Ekonomi berikutnya. (*)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009