Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Kabinet (Sekkab) Sudi Silalahi menyatakan pemerintah sedang menyusun draft keputusan presiden (keppres) penunjukan pelaksana tugas (Plt) pimpinan KPK menyusul terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang perubahan UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Perppu itu, menurut Sudi, usai rapat di Kantor Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa, telah resmi diundangkan dan telah dimasukkan ke dalam lembaran negara.
"Ya, sudah. Tapi otoritasnya di Setneg," kata Sudi mengelak menjelaskan lebih jauh kepada wartawan.
Sudi menjelaskan, saat ini sedang dibahas keputusan presiden (keppres) untuk menunjuk pelaksana tugas sementara menggantikan pimpinan KPK yang terjerat kasus hukum.
"Ini sedang kita garap, nanti saya mau balik lagi kesini," kata Sudi sambil terburu-buru meninggalkan Gedung Setneg.
Ia menjelaskan draft keppres penunjukan plt sementara itu menurut rencana akan diselesaikan pada hari Selasa
Usai rapat di Kantor Sekretariat Negara, Sudi dan Hatta akan berangkat ke kediaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Puri Cikeas Indah, Bogor, guna melaporkan draft keppres tersebut.
Perppu perubahan UU KPK memberikan kewenangan kepada Presiden untuk menunjuk plt sementara pimpinan KPK apabila terjadi kekosongan pimpinan kurang dari tiga orang.
Perppu tersebut menambahkan dua pasal, yaitu pasal 33A dan 33B tentang kekosongan pimpinan, kewenangan menunjuk Plt sementara, dan masa jabatan sementara.
Presiden Yudhoyono memutuskan untuk mengeluarkan Perppu perubahan UU KPK agar dirinya dapat menunjuk langsung plt sementara pimpinan KPK.
Langkah itu, menurut dia, diperlukan karena KPK dikhawatirkan tidak dapat bekerja karena pimpinannya tersisa dua orang.
Secara berturut-turut, tiga pimpinan KPK dinyatakan sebagai tersangka oleh Mabes Polri.
Yang pertama adalah Ketua KPK nonaktif, Antasari Azhar, dalam kasus pembunuhan Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen.
Selanjutnya, wakil Ketua KPK Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto dinyatakan sebagai tersangka karena tuduhan penyalahgunaan wewenang dalam pengeluaran surat cekal terhadap Direktur Utama PT Masaro, Anggoro Widjojo, dan pemilik PT ERa Giat Prima, Djoko Tjandra.(*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009