Jakarta (ANTARA) - Keberadaan laboratorium pengujian spesimen memegang peranan penting dalam mendukung upaya percepatan deteksi COVID-19.
Terbatasnya laboratorium pengujian di daerah bisa menyebabkan lamanya proses pengujian spesimen dari suspek COVID-19.
Hal itu dikarenakan waktu yang dibutuhkan daerah untuk mengirimkan spesimen dari suspek COVID-19 ke laboratorium atau rumah sakit yang jauh atau berada di daerah lain.
Sementara, jumlah laboratorium atau rumah sakit yang bisa melakukan uji spesimen dengan metode polymerase chain reaction (PCR) untuk deteksi COVID-19 tidak tersebar merata di daerah-daerah seluruh Indonesia.
"Masih tetap kurang karena masih banyak daerah yang belum punya fasilitas lab ini untuk kemudian bisa melakukan uji PCR," kata Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza kepada ANTARA, Jakarta, Sabtu.
Sebagai negara yang besar dan luas, Indonesia terus berupaya meningkatkan kapasitas baik dari segi sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana untuk dapat meningkatkan jumlah pengujian spesimen dari terduga COVID-19.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan pengujian spesimen untuk mengetahui penularan dan penyebaran COVID-19 dapat meningkat hingga mencapai 20 ribu tes per hari.
Sementara hingga 17 April 2020, ada 34 laboratorium di seluruh Indonesia yang melakukan pengujian spesimen dari suspek COVID-19. Pemerintah terus mengupayakan penambahan jumlah laboratorium pengujian tersebut.
Baca juga: BIN: Laboratorium berjalan COVID-19 miliki PCR
Karya anak bangsa
Pemenuhan target pengujian terhadap 20.000 spesimen suspek COVID-19 tentunya harus didukung dengan ketersediaan sumber daya manusia terampil yang mampu melakukan uji usap dengan metode PCR dan laboratorium dan sarana prasarana untuk memfasilitasi pengujian tersebut.
Berangkat dari kebutuhan sarana dan prasarana laboratorium biosafety level 2 untuk mendukung uji PCR deteksi COVID-19, maka Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) membuat laboratorium bergerak yang disebut dengan nama Mobile Laboratorium Bio Safety Level 2 (BSL-2).
Laboratorium ini merupakan inovasi anak bangsa untuk mendukung penanganan COVID-19 terutama untuk uji PCR deteksi COVID-19.
Uji PCR merupakan standar gold dalam mendeteksi keberadaan virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan COVID-19.
Mobile laboratorium itu diharapkan dapat diproduksi dan ditempatkan di berbagai daerah di Indonesia untuk memudahkan proses pengujian spesimen dengan metode PCR.
"Kita buat fasilitas lab BSL-2 yang memang bisa digerakkan, mungkin kalau memang perlu bisa ditempatkan sampai ke pelosok," ujar Hammam.
Mobile Laboratorium Biosafety Level 2 dibuat dalam bentuk kontainer dengan ukuran 20 kaki.
Baca juga: Mobile lab BSL 2 untuk deteksi COVID-19 selesai dibangun Mei 2020
Sudah serah terima
Laboratorium bergerak pertama siap difungsikan dan telah diserahterimakan di Rumah Sakit (RS) Ridwan Meuraksa di Jakarta Timur pada 19 Mei 2020.
Laboratorium tersebut dibangun mengikuti standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan dilengkapi sejumlah peralatan untuk mendukung tes usap COVID-19 antara lain peralatan PCR untuk tes usap (swab test) COVID-19, bio-safety cabinet, dan sistem pemprosesan limbah medis
Bio-safety cabinet berfungsi untuk mencegah virus menginfeksi penguji. Oleh karena itu, laboratorium yang bisa melakukan uji PCR minimal adalah laboratorium dengan bio safety level 2.
Laboratorium ini memiliki ruang utama bertekanan negatif yang mencegah virus keluar ke lingkungan, autoclave atau alat pemusnah limbah, pemantauan suhu, tekanan, kelembaban, limbah, CCTV secara otomatis 24 jam.
Laboratorium tersebut menerapkan alur pengujian satu arah (unidirectional flow), mencegah kontaminan saat proses pengujian, dan dilengkapi dengan sistem pencatatan sampel dan pelaporan hasil yang terintegrasi untuk mencegah kesalahan pelaporan.
Karena bentuknya berupa kontainer standar 20 kaki, maka laboratorium mudah untuk dipindahtempatkan, memiliki mobilitas tinggi untuk kondisi pandemi dengan pengoperasian relatif cepat, membantu pengolahan sampel dari rumah sakit dan laboratorium wilayah terdampak wabah.
Laboratorium itu juga dilengkapi sistem kendali terotomasi serta sistem pengawasan terintegrasi, dilengkapi reagen atau perangkat tes PCR yang dibuat dalam negeri.
Baca juga: Pemprov Jatim: Ada satu mobil lab PCR khusus untuk Surabaya
Bantu penanganan terukur
Mobile Lab BSL-2 itu ditargetkan untuk dapat dikirimkan ke berbagai daerah untuk memudahkan pelaksanaan uji PCR dalam rangka mendeteksi COVID-19.
Hammam menuturkan jika daerah memiliki laboratorium BSL-2 dan sumber daya manusia terampil, maka tidak perlu mengirimkan spesimen ke laboratorium pengujian di daerah lain, yang tentunya akan memakan waktu lebih lama, sementara hasil tes usap dari suspek COVID-19 perlu secepat mungkin didapatkan.
Hasil tes usap itu diperlukan segera untuk diagnosa COVID-19 dalam menentukan seseorang positif atau negatif COVID-19.
Jika ditemukan segera positif COVID-19, maka dapat dilakukan penanganan yang lebih terukur terhadap pasien.
Hammam menuturkan laboratorium yang mudah dipindahtempatkan itu bisa dikirim ke berbagai daerah terutama pelosok.
Laboratorium itu juga diharapkan dapat diakses masyarakat yang tinggal jauh dan kesulitan menjangkau laboratorium permanen di daerah lain atau memudahkan masyarakat agar tidak perlu beramai-ramai ke rumah sakit untuk mendapatkan tes swab.
Di laboratorium itu, bisa dilakukan pengujian dengan metode PCR terhadap sekitar 260 sampel per hari.
Ketua Task Force Riset dan Inovasi untuk Penanganan COVID-19 (TFRIC-19) Soni Solistia Wirawan menuturkan bagi pihak yang ingin melakukan pengadaan mobile lab BSL-2 itu, dapat menghubungi Pusat Pelayanan Teknologi (Pusyantek) BPPT.
Soni yang juga menjabat Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi BPPT menuturkan dalam waktu 4-5 pekan dapat diproduksi 4-5 mobile lab BSL-2.
Pihaknya juga memberikan pelatihan terhadap operator dalam mengoperasikan laboratorium tersebut.
Baca juga: BIN tambah mobil lab dan lokasi "rapid test" di Surabaya
Tes masif
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang PS Brodjonegoro menuturkan harus dilakukan tes masif untuk deteksi COVID-19 guna melihat peta penyebaran COVID-19.
Kementerian Riset dan Teknologi mendukung upaya itu melalui tes cepat (rapid test) dan uji PCR, serta kapasitas laboratorium untuk melakukan pemeriksaan PCR.
"Satu hal yang harus kita kejar adalah tes massal tadi, karena dengan tes massal kita bisa mendapatkan gambaran bagaimana kita melakukan pembatasan sosial yang lebih tepat dan kebijakan apa yang harus dilakukan," ujar Menristek Bambang.
Pada normal baru atau adaptasi kebiasaan baru, Menristek Bambang mengatakan skrining dan diagnosis berperan strategis di kondisi normal baru (new normal) bersama virus Corona jenis baru penyebab COVID-19.
Skrining dilakukan dengan tes cepat sementara penegakan diagnosa dilakukan berdasarkan hasil uji usap menggunakan metode PCR.
Tes cepat dilakukan terhadap mereka yang akan mendatangi tempat kerumunan yang bersifat temporer seperti di stasiun dan bandara.
Sementara, uji PCR harus diwajibkan untuk kerumunan yang sifatnya permanen seperti di kantor dan pabrik.
Normal baru adalah kondisi di mana belum ada obat atau vaksin COVID-19 sehingga orang harus berupaya menghindari kemungkinan terpapar oleh virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 dengan menjalankan protokol pencegahan penularan COVID-19.*
Baca juga: Kemenkes batalkan peliburan uji COVID-19 di BBTKLPP Jakarta
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020