Juba, Sudan (ANTARA News/AFP) - Kelompok bersenjata menyerbu sebuah desa di kawasan bergolak Jonglei, Sudan selatan, Minggu, dalam sebuah gelombang bentrokan terbaru di kawasan itu, menurut juru bicara militer.

Suku dari etnis Lou Nuer menyerbu desa Dinka Hil di Duk Padiet, yang memaksa para prajurit yang bermarkas di situ mengungsi, kata Mayor Jenderal Kuol Diem Kuol, dari Militer Pembebasan Rakyat Sudan Selatan (SPLA).

"Belum ada perincian mengenai korban, namun kami telah memiliki laporan bahwa enam pelaku penyerangan telah ditahan," katanya.

Lebih dari 2.000 orang telah tewas dan 250 ribu mengungsi di kawasan yang diwarnai bentrokan antar etnis di Sudan selatan, menurut PBB, yang mengatakan bahwa rata-rata kematian akibat kekerasan saat ini melewati angka di kawasan yang dikoyak perang di bagian barat, Darfur.

"Pertempuran telah berhenti, pasukan kami dan masyarakat setempat bersama-sama menghentikan dan kami mampu mengendalikan," tambah Kuol.

"Namun, kami cemas jika para penyerang dapat kembali bergabung dan kami memastikan bahwa kami meningkatkan keamanan."

Bentrokan antara etnis yang saling bersaing di Sudan selatan acap kali pecah, terutama dipicu oleh pencurian ternak dan perselisihan terkait sumber daya alam, sedangkan sisanya adalah berupa upaya balas dendam.

Namun, serangkaian penyerbuan baru-baru ini telah mengejutkan banyak orang. Kuol mengatakan bahwa dia menduga para penyerbu didukung oleh Partai Kongres Nasional (NCP) yang memerintah.

"Biasanya para penyerbu di masa lalu hanya berusaha mendapatkan ternak," kata Kuol. "Namun para penyerang akhir-akhir ini --menjadikan pemukiman dan pasukan keamanan sasaran."

"Itulah sebabnya saya cemas jika ini adalah milisi yang diorganisasi oleh NCP di utara."

Pejabat NCP berulang kali membantah tuduhan itu. Ketegangan antara pihak utara dan selatan masih tinggi, dimana Sudan terbagi dalam kelompok-kelompok keagamaan, etnis dan ideologi, yang menjadi sumber perang sipil selama 22 tahun, dan berakhir dengan perjanjian damai pada 2005.

Berdasarkan kesepakatan itu, pihak selatan memiliki periode transisi selama enam tahu dari kawasan otonomi, dan turut mengambil bagian dalam pemerintahan hingga referendum 2011.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009