Denpasar (ANTARA News) - Tradisi "ngejot" bagi umat Muslim di Bali menjelang Idul Fitri hingga kini masih lestari, khususnya komunitas yang bermukim di daerah pedesaan, sekaligus cermin kerukunan antarumat beragama.

"Umat Muslim yang tinggal di kota dulu menjelang Lebaran juga ngejot, yakni memberikan menu makanan kepada sahabat dan warga lintas agama yang tinggal di sekitarnya," kata Drs Haji Mulyono, seorang tokoh Islam di Bali, Minggu.

Ketua Panitia Hari Besar Islam (PHBI) Provinsi Bali itu menilai, tradisi ngejot bagi umat Muslim di perkotaan itu lambat laun hilang, meskipun sebagian kecil masih memegang teguh tradisi tersebut.

Haji Mulyono menjelaskan, kondisi demikian itu telah diwarisi secara turun temurun sejak 500 tahun silam, berkat adanya saling mengertian dan menghormati satu sama lainnya.

"Tradisi ngejot bagi komunitas Muslim di pedesaan menunjukkan adanya kekerabatan yang begitu tinggi dengan umat lainnya yang beragama Hindu maupun agama lainnya," tutur Haji Mulyono.

Ia mengatakan, umat Islam bermukim di daerah pedesaan sejak zaman kerajaan di Pulau Bali, antara lain di Desa Pegayaman Kabupaten Buleleng.

Kemudian, Budakeling, Kabupaten Karangasem, Petang, Kabupaten Badung, Kepaon, Serangan, Kota Denpasar dan Desa Loloan di Kabupaten Jembrana.

Ia menambahkan, umat Muslim ngejot menjelang Hari Raya Idul Fitri dan umat Hindu biasanya membalas pemberian itu menjelang Hari Raya Nyepi atau Hari Raya Galungan dan Kuningan.

Hal itu mencerminkan keakraban dalam kehidupan sehari-hari, yang secara tidak langsung memberikan dampak positif dalam memantapkan kerukunan hidup beragama yang telah dapat diwujudkan selama ini, kata dia.

Umat Islam di Bali juga telah berbaur dengan budaya setempat, terlihat dari lembaga adat yang tumbuh di masyarakat Muslim Bali sama dengan lembaga adat masyarakat Bali Hindu.

Komonitas Muslim yang bergelut dalam bidang pertanian juga menerapkan sistem pengairan subak.pola pengaturan air seperti yang dilakukan petani beragama Hindu.

"Namun. cara mensyukuri saat panen berbeda, sesuai kepercayaan dan agama yang dianut," kata Haji Mulyono.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009