"Kombinasi obat-obatan yang sudah kita lakukan penelitian, yaitu kita ambil dari obat-obatan yang sudah beredar di pasaran dan kita teliti untuk potensi dan efektivitas obat tersebut," kata Purwati dalam konferensi pers bersama Gugus Tugas Percepatan dan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan penelitian terhadap kombinasi obat-obatan tersebut diharapkan dapat diperluas lagi menjadi obat yang dapat memiliki efek antiviral dalam penanganan COVID-19.
"Tentunya juga dengan penanganan COVID-19 yang berbasis dari virus yang ada di Indonesia dengan melalui serangkaian proses," katanya.
Baca juga: Unair klaim temukan lima senyawa jadi obat COVID-19
Baca juga: Unair bantah tim dosennya temukan obat penangkal COVID-19
Proses yang dilakukan selama penelitian itu antara lain dengan hitoksisitas untuk melihat apakah obat yang akan dipakai tidak akan meracuni sel tubuh manusia.
Kemudian yang kedua adalah mengecek atau meneliti potensi apakah obat tersebut berpotensi dapat membunuh virus.
Selanjutnya, tim penelitian tersebut juga mengecek efektivitas, sampai seberapa lama efektivitas obat tersebut. Kemudian, mereka juga mengecek beberapa faktor yang menyebabkan inflamasi dan antiinflamasi.
Dari 14 regimen obat yang mereka teliti, mereka pada akhirnya mendapatkan lima kombinasi regimen obat yang mempunyai potensi dan efektivitas cukup bagus untuk menghambat masuknya virus ke dalam sel target dan juga menghambat atau menurunkan perkembangan virus itu di dalam sel.
"Hal ini kita ikuti secara bertahap, mulai dari 24 jam, 48 jam dan 72 jam. Maka virus tersebut dari yang jumlahnya ratusan ribu, maka di sini sudah undetected," katanya.
Kombinasi obat-obat COVID-19 tersebut terdiri dari lima macam kombinasi, yang pertama adalah kombinasi antara lupinavir, ritonavir dan azitromisin. Kemudian yang kedua adalah lupinavir, ritonavir dan doksisiklin, dan yang ketiga adalah lupinavir, ritonavir dan klaritromisin.
Sementara itu, kombinasi obat-obatan keempat terdiri dari hidroksiklorokuin dan azitromisin. Sedangkan yang kelima terdiri dari kombinasi antara hidroksiklorokuin dan doksisiklin.
Purwati mengatakan pemilihan regimen kombinasi tersebut dikarenakan regimen kombinasi itu memiliki potensi dan efektivitas yang cukup bagus terhadap daya bunuh virus.
Kemudian, dosis yang dipakai di dalam kombinasi tersebut juga lebih kecil, yaitu sekitar seperlima sampai sepertiga dari dosis tunggal, sehingga sangat mengurangi toksisitas obat tersebut di dalam sel yang sehat.
Sementara itu, alasan menggunakan obat yang sudah ada di pasaran adalah karena obat-obatan tersebut sudah melalui berbagai macam uji coba hingga mendapatkan izin dari Badan POM.*
Baca juga: UNICEF-Unair bantu ribuan masker untuk anak-anak di Surabaya
Baca juga: Dosen Unair-peneliti internasional kembangkan alat tes COVID-19 daring
Pewarta: Katriana
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020