Yogyakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan tidak merekomendasikan lembaga pendidikan, khususnya jenjang pendidikan usia dini hingga sekolah dasar (SD)/madrasah ibtidaiyah (MI) membuka kembali pembelajaran tatap muka pada 13 Juli 2020.
"Saran saya, sejak awal SD dan TK adalah jenjang pendidikan yang paling akhir dibuka," kata Deputi Bidang Pendidikan dan Agama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Agus Sartono dalam disikusi secara daring bertajuk "Tata Kehidupan Jejaring (Gotong Royong dan Empati) dalam Menghadapi COVID-19" yang dipantau di Yogyakarta, Jumat.
Baca juga: UI pertimbangkan sistem belajar campuran daring dan tatap muka
Menurut Agus, peserta didik jenjang anak usia dini, taman kanak-kanak (TK) hingga SD/MI merupakan kelompok yang paling rentan tertular COVID-19, karena pengendalian penerapan protokol kesehatan di kalangan mereka tidak mudah.
"Misalnya saja, anak-anak SD itu kalau bergerombol yang satu bersin, pulang-pulang sudah ketularan semua," kata dia.
Oleh sebab itu, kata dia, jenjang pendidikan tersebut perlu menerapkan kehati-hatian yang tinggi untuk memutuskan membuka kembali pembelajaran tatap muka, kendati berada di zona hijau.
Baca juga: Nadiem pastikan ujian sekolah tidak boleh dilakukan tatap muka
Baca juga: 85,5 persen orang tua cemas anaknya kembali sekolah
"Kita ingin benar-benar melindungi anak sebagai generasi ke depan. Kita tidak membayangkan jika anak-anak SD dan PAUD terinfeksi, tidak mungkin mereka isolasi mandiri karena tentu orang tuanya harus ikut," kata dia.
Jenjang pendidikan lainnya, yakni SMP/MTs, SMA/MA, hingga perguruan tinggi, menurut dia, juga tidak boleh memutuskan secara sepihak untuk membuka pembelajaran tatap muka sebelum berkonsultasi dengan gugus tugas wilayah setempat.
"Harus konsultasi dengan Gugus Tugas COVID-19 daerah, tidak bisa sekolah menentukan sendiri. Kalau kita ceroboh, bisa jadi akan muncul klaster baru," kata dia.
Agus mengakui bahwa belakangan ini mulai banyak orang tua yang mengeluhkan bahwa pembelajaran secara daring tidak efektif. Meski demikian, ia berharap mereka bisa bersabar karena kesehatan anak lebih utama dibanding aspek lainnya.
"Orang tua saya mohon betul bersabar dan mengutamakan kesehatan anak. Terlambat 1 semester tidak masalah jika dibandingkan kalau buah hati kita terpapar," katanya.
Baca juga: IGI: Pembelajaran campuran bisa jadi solusi pada era normal baru
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020