Pengamat Politik dari Charta Politika Indonesia, Bima Arya Sugiarto, di Jakarta, Kamis, mengatakan, hal tersebut terlihat dari sejumlah indikasi baik dari penyataan, sikap, maupun manuver yang dilakukan presiden.
"Dipilihnya Boediono yang bukan politisi parpol sebagai Wakil Presiden merupakan indikasi kuat Yudhoyono akan menerapkan sistem presidensial pada pemerintahannya di periode kedua," kata Bima pada diskusi di gedung DPR Senayan Jakarta.
Dikatakannya, dipilihnya Boediono sebagai Wapres merupakan tindakan berani dari Yudhoyono karena memiliki risiko tinggi dari parpol pendukungnya maupun parpol lainnya.
Boediono yang bukan berasal dari parpol dan minim dukungan basis massa, katanya, merupakan risiko tersendiri yang dihadapi Yudhoyono dari kemungkinan gangguan oleh pihak lain.
"Pilihan ini menunjukkan rasa percaya diri yang tinggi dari Yudhoyono," kata Bima.
Indikator lainya, kata dia, rencana digabungkannya kantor presiden dan kantor wakil presiden di Istana Negara.
Di sisi lain, kata dia, Boediono juga telah menegaskan, kesepakatan antara dirinya dengan Yudhoyono tidak ada pembagian wewenang, tapi Boediono akan mendukung penuh semua kebijakan Presiden.
Indikasi lainnya, Yudhoyono akan menerapkan sistem pemerintahan presidensial yakni dari seangkaian pernyataan yang disampaikannya serta manuver-manuver politik yang dilakukannya seperti menggalang hampir seluruh kekuatan parpol.
Penerapan sistem pemerintahan presidensiil, kata dia, terkait dengan karakter dan latar belakangnya, antara lain sebagai pemikir strategi militer ketika masih aktif di militer.
"Yudhoyono juga sangat sensitif terhadap pemberitaan di media massa dan hasil survei yang dilakukan lembaga survei," katannya.
Dalam pemerintahannya mendatang, kata dia, Yudhoyono akan menguatkan sistem kelembagaan untuk menopang stabilitas sosial, ekonomi, politik, dan keamanan, sehingga pemerintahannya bisa berjalan stabil.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009