Jakarta (ANTARA News) - Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdullah Hehamahua sedang mengkaji dugaan skenario besar dan pengagas utama yang mengadu domba tiga institusi penegak hukum, yaitu KPK, Kepolsian, dan Kejaksaan.

"Kami sedang mengkaji gesekan antara Kepolisian dan Kejaksaan di satu sisi dengan KPK di sisi lain, ataukah ketiga institusi ini sengaja diadu domba oleh master mind," kata Abdullah ketika ditemui di gedung KPK, Jakarta, Kamis.

Meski demikian, Abdullah tidak menjelaskan secara rinci proses pengkajian yang dimaksud. Dia juga tidak mengidentifikasi aktor di balik skenario besar tersebut.

Dalam penjelasannya, Abdullah menegaskan KPK tidak akan mundur meski dua pimpinan lembaga itu baru saja ditetapkan sebagai tersangka oleh Polri.

Dua Wakil Ketua KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyalahgunaan wewenang penerbitan status pencegahan dan pencabutan cegah terhadap pengusaha Djoko Tjandra. Mereka juga diduga menyalahi aturan dalam menerbitkan status pencegahan terhadap pengusaha Anggoro Widjojo.

"Mundur hanya akan menyenangkan koruptor," kata Abdullah.Dia menegaskan, KPK telah mengalami sejumlah upaya pelemahan. Upaya pelemahan itu antara lain dalam bentuk wacana pencabutan wewenang penuntutan dari KPK.

Abdullah menegaskan, KPK bukan satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Menurut dia, Kejaksaan juga memiliki kewenangan yang sama.

"Jadi kalau KPK dipermasalahkan kewenangan penuntutan, kenapa Kejaksaan tidak dipermasalahkan kewenangan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan," kata Abdullah.

Selain itu, Abdullah juga menyinggung perdebatan wewenang penyadapan yang dimiliki KPK. Menurut Abdullah, wewenang penyadapan adalah wewenang khusus KPK untuk memberantas tindak pidana korupsi yang bersifat khusus pula.

Dia menyebutkan, penyadapan akan sangat berguna untuk mengungkap dugaan suap. "Itu karena suap tidak pernah memakai bukti," kata Abdullah menambahkan. (*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009