Ekspor Indonesia ke negara-negara RCEP tidak akan signifikan berubah, malah mungkin akan banjir impor produk negara RCEP
Jakarta (ANTARA) - Koordinator Advokasi Indonesia for Global Justice (IGJ) Rahmat Maulana Sidik menilai dalam masa pandemi COVID-19 pemerintah seharusnya melakukan evaluasi terhadap berbagai draf kemitraan ekonomi komprehensif regional (RCEP).
"Dengan adanya pandemi, justru pemerintah seharusnya melakukan penilaian menyeluruh atas draf teks perjanjian RCEP, dan melihat kembali pasal-pasal yang berpotensi menghambat penanganan pandemik dan pemulihan ekonomi," kata Rahmat Maulana Sidik, dalam rilis di Jakarta, Kamis.
Rahmat Maulana mengingatkan bahwa RCEP merundingkan perjanjian perdagangan yang komprehensif, mencakup liberalisasi perdagangan barang, pembukaan sector-sektor jasa, liberalisasi investasi dan penguatan hak kekayaan intelektual.
Selain itu, ujar dia, Indonesia sudah memiliki perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA) dengan 15 negara RCEP lainnya, terbaru FTA dengan Australia.
"Tarif produk ekspor Indonesia ke negara-negara tersebut sudah sangat rendah bahkan nol persen, rezim investasi di Indonesia sudah terbuka untuk investor asing. Ekspor Indonesia ke negara-negara RCEP tidak akan signifikan berubah, malah mungkin akan banjir impor produk negara RCEP. Karena itu, menyelesaikan merundingkan RCEP seharusnya bukan prioritas," tegas Maulana.
Sebagaimana diwartakan, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menilai bahwa kemitraan Komprehensif di bidang ekonomi antara Indonesia Australia atau Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership (IA-CEPA) diharapkan bisa mendorong pertumbuhan investasi di kedua negara selama fase pemulihan COVID-19.
"Perjanjian ini diharapkan dapat mendorong penyebaran investasi yang lebih merata ke seluruh Indonesia," kata Deputi Bidang Kerja Sama Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Wisnu Wijaya Soedibjo dalam diskusi yang digelar Indonesia Investment Promotion Center (IIPC) Sydney bekerja sama dengan KBRI Canberra dan Australia Indonesia Business Council (AIBC), 5 Juli 2020.
Diskusi digelar menjelang implementasi perjanjian IA-CEPA pada 5 Juli 2020 ini diikuti oleh 241 peserta dari Indonesia dan Australia.
Wisnu menjelaskan IA-CEPA juga diharapkan dapat memberikan peluang bagi pelaku usaha daerah untuk memasarkan produknya ke Australia dan juga berkolaborasi sebagai mitra lokal bagi investor Australia yang berinvestasi di Indonesia.
Ia menuturkan Australia merupakan investor terbesar ke 10 pada periode Januari-Maret 2020 dengan total investasi sebesar 86 juta dolar AS (sekitar Rp1,2 triliun) dengan jumlah 324 proyek investasi.
"Strategi untuk meningkatkan realisasi investasi, diantaranya tetap melakukan pendekatan kepada investor Penanaman Modal Asing (PMA) yang berminat melakukan investasi di Indonesia dengan memanfaatkan teknologi digital seperti video conference; berkoordinasi langsung dengan kementerian/lembaga terkait kendala perizinan perusahaan; dan perlakuan yang sama kepada semua negara," jelasnya.
Baca juga: Peneliti CIPS: RI gunakan RCEP sebagai blok perdagangan terbesar dunia
Baca juga: Mendag: RCEP menjadi prioritas kerja pada 2020
Baca juga: Airlangga pastikan Indonesia siap manfaatkan peluang perdagangan RCEP
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020