Islamabad (ANTARA News/AFP) - Perdana Menteri Pakistan Yousuf Raza Gilani hari Rabu menyatakan, serangan-serangan rudal AS terhadap daerah suku dengan sasaran militan Taliban telah melanggar kedaulatan negaranya.

Islamabad secara terbuka terus menolak serangan-serangan rudal AS dengan alasan hal itu akan meningkatkan kebencian di kalangan penduduk.

Sejak Agustus 2008, hampir 60 serangan semacam itu -- yang dilakukan oleh pesawat tak berawak AS -- menewaskan lebih dari 550 orang.

"Pakistan mengecam serangan-serangan pesawat tak berawak dan menganggapnya sebagai pelanggaran atas kedaulatan kami," kata Gilani kepada wartawan pada acara makan malam di kediaman resminya.

"Kami telah berbicara dengan mereka (AS) dan meminta mereka meninjau lagi dan mengubah kebijakan atau mengalihkan teknologi kepada kami, atau seharusnya ada alternatif yang bisa kami kendalikan," kata Gilani.

"Kami tinggal di negara ini dan kami tahu siapa teroris dan siapa bukan teroris," tambahnya.

Kecaman Gilani itu disampaikan meski serangan pesawat tak berawak pada 5 Agustus menewaskan Baitullah Mehsud, pemimpin Taliban Pakistan dan sekutu Al-Qaeda yang diburu dengan hadiah lima juta dolar.

Sejumlah analis meyakini bahwa pemerintah Pakistan secara diam-diam mendukung serangan-serangan tersebut, namun Islamabad membantahnya.

Washington menuduh gerilyawan Al-Qaeda dan Taliban yang melarikan diri dari Afghanistan setelah invasi pimpinan AS pada 2001 bersembunyi di kawasan suku semi-otonomi Pakistan.

Sesuai dengan kebijakan, militer AS tidak mengkonfirmasi serangan-serangan pesawat tak berawak namun angkatan bersenjata Amerika dan Badan Intelijen Pusat AS (CIA) yang beroperasi di Afghanistan merupakan satu-satunya kekuatan yang mengoperasikan pesawat tak berawak di kawasan tersebut.

Pemimpin Taliban Pakistan, Baitullah Mehsud, tewas dalam serangan rudal AS pada 5 Agustus, dan hal itu menimbulkan kekhawatiran bahwa kelompok militan tersebut, yang kata para pejabat dalam keadaan kacau, akan melakukan pembalasan terhadap pasukan keamanan.

Pasukan Pakistan mengklaim sejumlah kemenangan militer atas Taliban tahun ini, namun serangan-serangan terus berlangsung, sebagian besar di wilayah baratlaut.

Daerah suku Pakistan, khususnya Lembah Swat, dilanda konflik antara pasukan pemerintah dan militan Taliban dalam beberapa waktu terakhir ini.

Militer Pakistan meluncurkan ofensif setelah Taliban bergerak maju dari Swat ke Buner, ke arah selatan lagi menuju ibukota Pakistan, Islamabad, setelah Washington menyebut kelompok itu sebagai ancaman bagi keberadaan Pakistan, negara yang bersenjatakan nuklir.

Pakistan menyatakan, lebih dari 1.930 militan dan 170 personel keamanan tewas, namun jumlah kematian itu tidak bisa dikonfirmasi secara independen.

AS mendukung ofensif militer Pakistan terhadap Taliban di Lembah Swat dan daerah-daerah baratlaut sekitarnya, yang diluncurkan pada akhir April setelah serangan-serangan sebelumnya yang menterlantarkan 1,9 juta orang.

Ofensif militer diluncurkan di distrik-distrik Lower Dir pada 26 April, Buner pada 28 April dan Swat pada 8 Mei. Ofensif itu mendapat dukungan dari AS, yang menempatkan Pakistan pada pusat strateginya untuk memerangi Al-Qaeda.

Swat dulu merupakan daerah dengan pemandangan indah yang menjadi tempat tujuan wisata namun kemudian menjadi markas kelompok Taliban.

Perjanjian yang kontroversial antara pemerintah dan ulama garis keras pro-Taliban untuk memberlakukan hukum Islam di sebuah kawasan di Pakistan baratlaut yang berpenduduk tiga juta orang seharusnya mengakhiri pemberontakan Taliban yang telah berlangsung hampir dua tahun.

Perdana Menteri Yousuf Raza Gilani mendesak rakyat Pakistan bersatu melawan kelompok ekstrim, yang menurutnya mengancam kedaulatan negara itu dan yang melanggar perjanjian perdamaian tersebut dengan melancarkan serangan-serangan.

Para pejabat PBB mengatakan, sekitar 2,4 juta orang mengungsi akibat pertempuran itu -- sebuah eksodus yang menurut kelompok-kelompok hak asasi merupakan perpindahan terbesar penduduk di Pakistan sejak negara itu terpisah dari India pada 1947.

Pakistan mendapat tekanan internasional yang meningkat agar menumpas kelompok militan di wilayah baratlaut dan zona suku di tengah meningkatnya serangan-serangan lintas-batas pemberontak terhadap pasukan internasional di Afghanistan.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009