Kolombo (ANTARA News/AFP) - Seorang pejabat tinggi PBB hari Rabu tiba di Sri Lanka untuk mendorong penyelidikan mengenai kemungkinan pelanggaran HAM selama tahap akhir kemenangan militer atas pemberontak Macan Tamil.

Wakil Sekretaris Jendral PBB Urusan Politik Lynn Pascoe dikirim oleh Sekjen Ban Ki-moon yang menyuarakan kekhawatiran atas penundaan dalam pembebasan ribuan pengungsi sipil Tamil yang ditahan di kamp-kamp yang dioperasikan pemerintah.

Sri Lanka telah berjanji memulangkan 70-80 persen pengungsi sebelum akhir tahun ini dalam pernyataan kepada Dana Moneter Internasional, yang memberi mereka pinjaman 2,6 milyar dolar pada Juli.

Kelompok-kelompok HAM, partai oposisi dan kubu pro-Tamil menuduh pemerintah menahan para pengungsi di kamp-kamp yang dijaga militer tanpa alasan jelas.

Perundingan Pascoe di Sri Lanka dipusatkan pada penempatan kembali para pengungsi, rekonsiliasi politik dan pembentukan sebuah mekanisme pertanggungjawaban bagi pelanggaran HAM dalam konflik tersebut, menurut sebuah pernyataan PBB.

Sri Lanka telah menolak seruan-seruan bagi penyelidikan kejahatan perang atas penumpasan militer terhadap pemberontak separatis Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) dan berhasil terhindar dari debat Dewan Keamanan PBB mengenai masalah itu berkat dukungan dari China dan Rusia.

PBB menyatakan, lebih dari 7.000 warga sipil mungkin tewas dalam lima bulan sebelum perang berakhir pada Mei dengan kekalahan Macan Tamil.

Sejumlah pejabat mengatakan, utusan baru Sri Lanka untuk PBB Palitha Kohona bertemu dengan Ban di New York pekan ini dan melakukan pembicaraan panjang mengenai keadaan setelah konflik tersebut. Rincian mengenai perundingan itu tidak diumumkan.

Pemerintah Sri Lanka pada 18 Mei mengumumkan berakhirnya konflik puluhan tahun dengan Macan Tamil setelah pasukan menumpas sisa-sisa kekuatan pemberontak tersebut dan membunuh pemimpin mereka, Velupillai Prabhakaran.

Pernyataan Kolombo itu menandai berakhirnya salah satu konflik enik paling lama dan brutal di Asia yang menewaskan puluhan ribu orang dalam berbagai pertempuran, serangan bunuh diri, pemboman dan pembunuhan.

Macan Tamil juga telah mengakui bahwa Velupillai Prabhakaran tewas dalam serangan pasukan pemerintah Sri Lanka.

Juga dinyatakan tewas dalam operasi final militer adalah dua deputi Prabhakaran -- pemimpin Macan Laut Kolonel Soosai dan kepala intelijen LTTE Pottu Amman.

Tokoh penting lain Macan Tamil yang juga tewas adalah putra Prabhakaran dan calon penggantinya, Charles Anthony (24), pemimpin sayap politik B. Nadesan dan pemimpin Sekretariat Perdamaian LTTE yang sudah tidak berfungsi lagi, S. Pulideevan.

Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapakse telah beberapa kali mendesak pemberontak Macan Tamil menyerah untuk menghindari pembasmian total.

Rajapakse, yang juga panglima tertinggi angkatan bersenjata, juga menolak seruan-seruan bagi gencatan senjata dan menekankan bahwa Macan Tamil harus meletakkan senjata dan mengizinkan warga sipil keluar dari daerah-daerah yang masih mereka kuasai.

Sebelum dikalahkan total, gerilyawan Tamil dikepung selama berbulan-bulan di sebuah daerah hutan kecil oleh pasukan yang hampir mengakhiri perang separatis mereka.

Macan Tamil mengakui telah kehilangan sejumlah wilayah dalam pertempuran dengan pasukan pemerintah dan menuduh Kolombo membunuhi warga sipil.

Militer membantah hal itu dan mengatakan, warga sipil yang melarikan diri ditembaki oleh pemberontak yang ingin menahan penduduk desa sebagai tameng manusia.

Pertempuran antara pasukan pemerintah dan pemberontak LTTE meningkat sejak pemerintah secara resmi menarik diri dari gencatan senjata enam tahun pada Januari 2008.

Pembuktian independen mengenai klaim-klaim jumlah korban mustahil dilakukan karena pemerintah Kolombo melarang wartawan pergi ke zona-zona pertempuran.

Masyarakat luas internasional menyuarakan kekhawatiran mengenai jumlah warga sipil yang tewas dalam babak terakhir perang, sementara kelompok-kelompok bantuan mencemaskan keselamatan 300.000 warga Tamil yang ditahan di kamp-kamp yang dikelola pemerintah Sri Lanka.

AS, yang memelopori kecaman-kecaman atas kematian warga sipil dalam ofensif final militer terhadap pemberontak Macan Tamil, juga menyuarakan kekhawatiran mengenai korban-korban yang terlantar.

Lebih dari 70.000 orang tewas dalam konflik separatis panjang di Sri Lanka sejak 1972.

Sekitar 15.000 pemberontak Tamil memerangi pemerintah Sri Lanka dalam konflik etnik itu dalam upaya mendirikan sebuah negara Tamil merdeka.

Masyarakat Tamil mencapai sekitar 18 persen dari penduduk Sri Lanka yang berjumlah 19,2 juta orang dan mereka terpusat di provinsi-provinsi utara dan timur yang dikuasai pemberontak.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009