Jakarta (ANTARA News) - Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Ritola Tasmaya mengaku menerima insentif dari pungutan pajak daerah dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di provinsi DKI Jakarta.
Ritola mengakui hal itu setelah dimintai keterangan oleh tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis, dalam kasus dugaan korupsi insentif biaya pemungutan pajak daerah dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di provinsi DKI Jakarta.
"Nggak ada angkanya, nggak ada, nggak ada," kata Ritola sambil bergegas meninggalkan gedung KPK sekira pukul 19.00 WIB, ketika ditanya berapa uang yang dia terima.
Sebelum meninggalkan wartawan, Ritola yang juga calon legislatif dari Partai Golkar itu sempat menjelaskan bahwa dirinya menjawab beberapa pertanyaan petugas KPK tentang dasar hukum bagi aparat pemerintah daerah dalam menerima uang pungutan pajak.
"Aturan itu dilindungi oleh Pergub," kata Ritola.
Ritola menjelaskan, pihak yang sebenarnya tidak diperbolehkan menerima insentif dari sektor pajak adalah anggota DPRD.
"DPRD tidak boleh. Tapi kan itu masih perdebatan," katanya menambahkan.
Dalam kasus itu, KPK sudah memeriksa Ketua DPRD DKI Jakarta Ade Surapriatna. Ade mengaku sejumlah anggota DPRD ikut menikmati insentif biaya pemungutan pajak daerah dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di provinsi DKI Jakarta sejak 2005 sampai 2007.
"Dewan juga mendapat dalam kaitan dengan insentif pendapatan pajak," kata Ade.
Menurut Ade, DPRD DKI mendapat jatah alokasi insentif pungutan pajak daerah sebesar Rp60 juta per tahun untuk setiap anggota dewan. "Jadi tiap bulan menerima Rp5 juta," kata Ade.
Sedangkan dari pungutan PBB, Ade menyebutkan ada alokasi Rp2 miliar per tahun untuk 75 anggota DPRD. Dengan demikian, setiap anggota DPR menerima Rp2 juta setiap bulannya.
Insentif itu diterima dari Dinas Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta melalui Sekretariat DPRD. "Jadi tidak langsung ke pimpinan," katanya.
Ade menjelaskan, insentif bulanan itu diterima anggota DPRD setiap tiga bulan sekali.
Ade mengaku ditanya oleh petugas KPK apakah anggota DPRD bisa digolongkan sebagai bagian dari perangkat pemerintahan daerah, sehingga berhak menerima insentif pungutan pajak.
Ade mengatakan, DPRD memang tidak termasuk perangkat daerah. Menurut dia, perangkat daerah adalah seluruh penyelenggara daerah dibawah Gubernur.
Namun demikian, Ade menegaskan, DPRD termasuk dalam perangkat pemerintahan daerah yang bisa menerima insentif tersebut. Ade juga beralasan DPRD memiliki perangkat yang membidangi perpajakan.
Ade mengatakan, semua pihak yang terkait dengan aturan tentang insentif biaya pungutan pajak daerah dan PBB harus dimintai kerangan oleh KPK, termsuk Gubernur DKI yang menjabat saat aturan itu terbit.
Berdasarkan pasal 7 Perda nomor 16 tahun 2004 tentang Pemberian Biaya Pungutan Pajak Daerah Kepada Instansi Pemungut Dan Instansi Penunjang Lainnya, besar alokasi insentif diatur dengan peraturan gubernur.
Sementara itu, berdasar Peraturan Gubernur nomor 36 tahun 2006 Tentang Analisis Jabatan Pada Perangkat Daerah Provinsi DKI Jakarta, yang dimaksud pemerintah daerah Provinsi DKI Jakarta adalah gubernur beserta perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Sedangkan yang dimaksud dengan perangkat daerah Provinsi DKI Jakarta terdiri dari Sekretaris Daerah, Sekrtariat DPRD, dinas, lembaga teknis daerah baik badan maupun kantor, wilayah Kotamadya/Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, kecamatan dan kelurahan, serta satuan polisi pamong praja sesuai dengan peraturan perundangan.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009
Padahal TIKUS GOT tinggal di rumah2 nyaman. Kerja di dikantoran ber-AC antara lain di bagian IMB.
Aneh juga ya, praktik TIKUS GOT bisa tahan berdekade! Pemerataan dan kasih upeti? Duit haram bisa bikin hidup sial
Haram? Itu gak ada dikamus hidup TIKUS GOT.
Tunggulah sampai ketemu GOD!