Moskow (ANTARA News/AFP) - Sebuah pengadilan Rusia hari Senin memvonis seorang pria yang dituduh melakukan tindakan mata-mata untuk Georgia hukuman tujuh tahun penjara, kata kantor-kantor berita Rusia, setahun setelah perang singkat antara kedua negara tersebut.
"Jaksa meminta hukuman sembilan tahun, namun kami berpendapat bahwa putusan itu adil," kata jaksa utama dalam kasus itu Igor Cheldiev kepada kantor berita RIA Novosti.
Alexander Khachirov ditangkap atas tuduhan pengkhianatan setelah sebuah kamera video tersembunyi ditemukan di alat pemanas depan mobilnya, kata jaksa, seperti dikutip sejumlah kantor berita.
Jaksa mengatakan, Khachirov direkrut oleh Georgia pada 2004 dan ditugasi mengawasi penempatan pasukan perdamaian dan prajurit Rusia di dan sekitar wilayah separatis Georgia, Ossetia Selatan.
Khachirov saat itu adalah warga kota Vladikavkaz di wilayah selatan dekat perbatasan Rusia dengan Ossetia Selatan, dimana perang meletus pada Agustus 2008.
Ia ditangkap pada Juni 2008.
Bulan lalu, sebuah pengadilan lain Rusia menyatakan bahwa seorang perwira angkatan darat, Letnan Kolonel Mikhail Khachidze, bersalah karena melakukan aksi mata-mata untuk Georgia dan menjatuhkan hukuman enam tahun penjara kepadanya atas tuduhan pengkhianatan.
Ketegangan antara Moskow dan Tbilisi tetap tinggi setahun setelah konflik tersebut.
Pasukan Rusia memasuki Georgia untuk mematahkan upaya militer Georgia menguasai lagi Ossetia Selatan pada 7-8 Agustus 2008. Perang lima hari pada Agustus itu meletus ketika Tbilisi berusaha memulihkan kekuasannya dengan kekuatan militer di kawasan Ossetia Selatan yang memisahkan diri dari Georgia pada 1992, setelah runtuhnya Uni Sovyet.
Georgia dan Rusia tetap berselisih setelah perang singkat antara mereka pada tahun lalu itu. Hubungan Rusia dengan negara-negara Barat memburuk setelah perang tersebut.
Ossetia Selatan dan Abkhazia memisahkan diri dari Georgia pada awal 1990-an. Kedua wilayah separatis itu bergantung hampir sepenuhnya pada Rusia atas bantuan finansial, militer dan diplomatik.
Georgia tetap mengklaim kedaulatan atas kedua wilayah tersebut dan mendapat dukungan dari Barat.
Ossetia Selatan pada 11 Maret menyatakan akan mengizinkan pasukan Rusia menggunakan wilayah tersebut untuk pangkalan militer selama 99 tahun.
Pemimpin Abkhazia Sergei Bagapsh juga mengatakan sebelumnya pada Maret, provinsi itu akan segera menandatangani sebuah perjanjian yang mengizinkan Rusia membangun sebuah pangkalan di wilayah separatis lain Georgia itu untuk kurun waktu 49 tahun.
Rencana Rusia untuk tetap menempatkan ribuan prajurit di Abkhazia dan Ossetia Selatan telah membuat marah Tbilisi dan sekutu-sekutu Barat-nya, yang mengatakan bahwa hal itu melanggar gencatan senjata yang mengakhiri perang.
Pengakuan Moskow atas kemerdekaan kedua wilayah itu menyulut kecaman dari Georgia dan banyak negara Barat.
Rusia meresmikan pengakuannya atas kemerdekaan kedua wilayah Georgia yang memisahkan diri itu, Ossetia Selatan dan Abkhazia, pada 16 Januari ketika Presiden Dmitry Medvedev menerima duta-duta besar pertama mereka yang bersanding sejajar dengan para duta besar dari negara anggota NATO.
Nikaragua adalah negara pertama setelah Rusia yang memberikan "pengakuan penuh" kepada republik-republik Abkhazia dan Ossetia Selatan sebagai "anggota baru komunitas negara merdeka dunia".
Venezuela pada 10 September juga memberikan pengakuan penuh atas kemerdekaan kedua wilayah separatis Georgia itu.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009