Tembilahan (ANTARA News) - Kedua terdakwa kasus pembunuhan harimau sumatera (Phantera tigris sumatrae), M. Ajad Abdullah (73) dan Mistar Ajad (44) hanya dituntut dua tahun penjara, denda Rp3 juta serta subsider satu bulan kurungan.
Tuntutan hukuman bagi pembunuh hewan langka itu disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hendry Antoro SH di Pengadilan Negeri Tembilahan, Senin.
Dalam pembacaan tuntutannya, JPU menyatakan bahwa kedua terdakwa dalam kasus pembunuhan harimau ini memiliki peranan penting, sehingga terjadi pembunuhan terhadap tiga ekor harimau di Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau pada bulan Februari lalu.
"Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan dan pemeriksaan para saksi, terutama saksi Ramli menyatakan bahwa peranan kedua terdakwa sangat menentukan dalam kasus pembunuhan tiga ekor harimau sumatera ini. Kalau tidak atas petunjuk terdakwa, maka penjeratan dan pembunuhan harimau ini tidak akan terlaksana," ungkap JPU Hendry dipersidangan.
Menurut dia, setelah pemeriksaan terhadap para saksi termasuk saksi ahli, keterangan terdakwa dan pemeriksaan barang bukti, maka semua unsur dalam tiga dakwaan yang disampaikan oleh JPU semuanya terpenuhi. Terdakwa telah terbukti melakukan penangkapan dan pembunuhan terhadap harimau sumatera.
"Selain itu, unsur memperdagangkan harimau yang sudah mati dan menguasai serta menyimpan organ harimau, berupa dua lembar kulit dan tengkorak, ini jelas pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990," ujar Hendry.
Ia mengatakan, keduanya yang merupakan ayah dan anak itu terbukti telah melakukan pelanggaran terhadap pasal 40 ayat 2 junto pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, junto pasal 55 dan 64 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Setelah memperhatikan fakta yang meringankan terdakwa, yakni kedua terdakwa tidak pernah dihukum, menyesali perbuatannya, serta terdakwa pertama (M Ajad Abdullah) yang telah berusia lanjut, maka JPU menuntut keduanya dengan dua tahun penjara dipotong selama keduanya dalam tahanan dan denda Rp3 juta serta subsider 1 bulan penjara," katanya.
Terhadap tuntutan JPU ini, penasehat hukum (PH) terdakwa Edward SH akan mengajukan pembelaan hukum (pledoi), sebelum hakim ketua Wasdi Permana menyatakan apakah PH terdakwa siap membacakan pledoi pada Selasa (15/9), namun karena PH terdakwa menyatakan belum siap maka sidang akan dilanjutkan Kamis (1/10) mendatang dengan agenda pledoi dari PH terdakwa.
Usai sidang, JPU Hendry, SH kepada ANTARA menyatakan bahwa tugasnya selaku penuntut terhadap kasus ini telah selesai, tinggal menunggu bola dari tangan penasehat hukum dan hakim.
Menurut dia, JPU telah melakukan tuntutan sesuai hasil analisis hukum yang riil dan faktual.
"Tugas kami dalam hal ini telah selesai, tinggal langkah selanjutnya dari penasehat hukum dan hakim. Kita akan lihat tindakan penegakan hukum selanjutnya," ujar Hendry.
Sementara itu Sekretaris Kelompok Studi Lingkungan Hidup (KSLH) Riau, Nuskan kepada ANTARA menyatakan bahwa mereka menganggap tuntutan hukuman dua tahun tersebut belum seimbang dengan pembunuhan terhadap tiga ekor harimau yang dilakukan oleh terdakwa.
"Kami menganggap hukuman terhadap kedua terdakwa ini tidak sebanding dengan pembunuhan terhadap tiga ekor harimau tersebut. Dan tuntutan yang didakwakan kepada kedua terdakwa masih jauh dari tuntutan maksimal, yakni 5 tahun penjara dan denda Rp100 juta sesuai dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem," ujar Nuskan.
Padahal, sebelumnya JPU menegaskan akan mengajukan tuntutan maksimal atas kedua terdakwa karena menilai kasus ini merupakan kasus penting.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009
Para pembunuh harimau itu dikebiri saja supaya merasakan bagian penderitaan binatang yang hampih punah tersebut.
Penegak hukum adil & bijaksanalah.