Miranshah, Pakistan (ANTARA News/AFP) - Rudal AS menghantam sebuah mobil, Senin, menewaskan lima militan di kawasan suku terpencil Pakistan dekat perbatasan Afghanistan, dalam serangan ketiga dalam waktu sepekan, kata beberapa pejabat Pakistan.
Serangan yang diduga dilakukan pesawat mata-mata AS itu serupa dengan serangan pada 5 Agustus yang menewaskan Baitullah Mehsud, pemimpin Taliban Pakistan dan sekutu Al-Qaeda yang diburu dengan hadiah lima juta dolar.
Itu merupakan serangan ketiga sejak senin lalu di Waziristan Utara, dimana militan yang terkait dengan Taliban dan Al-Qaeda diyakini bersembunyi di kawasan suku semi-otonomi Pakistan yang berbatasan dengan Afghanistan.
Pesawat tak berawak itu menembakkan rudal ke sebuah kendaraan militan di desa Toori Khel, kata beberapa pejabat Pakistan.
"Lima militan, termasuk dua orang Arab, tewas dalam serangan tersebut," kata seorang pejabat pemerintah daerah kepada AFP.
Pejabat yang tidak bersedia disebutkan namanya itu sebelumnya mengatakan bahwa empat militan tewas dalam serangan itu.
"Salah satu korban yang mengalami luka-luka serius tewas kemudian, tiga korban lain juga berada dalam kondisi serius," katanya.
"Rudal itu ditembakkan dari sebuah pesawat tak berawak AS," tambah pejabat itu.
Sejumlah pejabat intelijen mengatakan, dua orang Arab tewas, namun belum ada konfirmasi segera mengenai kewarganegaraan mereka. Seorang pejabat lain Pakistan mengatakan bahwa empat militan tewas.
Penduduk setempat mengatakan, kendaraan itu sedang diparkir di luar sebuah bangunan dan bersiap-siap pergi ketika diserang dan meledak dalam kobaran api.
Serangan serupa di daerah itu menewaskan tiga militan pada Selasa lalu. Sehari sebelumnya, serangan yang ditujukkan sebuah madrassa dan sebuah rumah berdekatan menewaskan lima orang.
Washington menuduh gerilyawan Al-Qaeda dan Taliban yang melarikan diri dari Afghanistan setelah invasi pimpinan AS pada 2001 bersembunyi di kawasan suku semi-otonomi Pakistan.
Sesuai dengan kebijakan, militer AS tidak mengkonfirmasi serangan-serangan pesawat tak berawak namun angkatan bersenjata Amerika dan Badan Intelijen Pusat AS (CIA) yang beroperasi di Afghanistan merupakan satu-satunya kekuatan yang mengoperasikan pesawat tak berawak di kawasan tersebut.
Pemimpin Taliban Pakistan, Baitullah Mehsud, tewas dalam serangan rudal AS pada 5 Agustus, dan hal itu menimbulkan kekhawatiran bahwa kelompok militan tersebut, yang kata para pejabat dalam keadaan kacau, akan melakukan pembalasan terhadap pasukan keamanan.
Pasukan Pakistan mengklaim sejumlah kemenangan militer atas Taliban tahun ini, namun serangan-serangan terus berlangsung, sebagian besar di wilayah baratlaut.
Daerah suku Pakistan, khususnya Lembah Swat, dilanda konflik antara pasukan pemerintah dan militan Taliban dalam beberapa waktu terakhir ini.
Militer Pakistan meluncurkan ofensif setelah Taliban bergerak maju dari Swat ke Buner, ke arah selatan lagi menuju ibukota Pakistan, Islamabad, setelah Washington menyebut kelompok itu sebagai ancaman bagi keberadaan Pakistan, negara yang bersenjatakan nuklir.
Pakistan menyatakan, lebih dari 1.930 militan dan 170 personel keamanan tewas, namun jumlah kematian itu tidak bisa dikonfirmasi secara independen.
AS mendukung ofensif militer Pakistan terhadap Taliban di Lembah Swat dan daerah-daerah baratlaut sekitarnya, yang diluncurkan pada akhir April setelah serangan-serangan sebelumnya yang menterlantarkan 1,9 juta orang.
Ofensif militer diluncurkan di distrik-distrik Lower Dir pada 26 April, Buner pada 28 April dan Swat pada 8 Mei. Ofensif itu mendapat dukungan dari AS, yang menempatkan Pakistan pada pusat strateginya untuk memerangi Al-Qaeda.
Swat dulu merupakan daerah dengan pemandangan indah yang menjadi tempat tujuan wisata namun kemudian menjadi markas kelompok Taliban.
Perjanjian yang kontroversial antara pemerintah dan ulama garis keras pro-Taliban untuk memberlakukan hukum Islam di sebuah kawasan di Pakistan baratlaut yang berpenduduk tiga juta orang seharusnya mengakhiri pemberontakan Taliban yang telah berlangsung hampir dua tahun.
Perdana Menteri Yousuf Raza Gilani mendesak rakyat Pakistan bersatu melawan kelompok ekstrim, yang menurutnya mengancam kedaulatan negara itu dan yang melanggar perjanjian perdamaian tersebut dengan melancarkan serangan-serangan.
Para pejabat PBB mengatakan, sekitar 2,4 juta orang mengungsi akibat pertempuran itu -- sebuah eksodus yang menurut kelompok-kelompok hak asasi merupakan perpindahan terbesar penduduk di Pakistan sejak negara itu terpisah dari India pada 1947.
Pakistan mendapat tekanan internasional yang meningkat agar menumpas kelompok militan di wilayah baratlaut dan zona suku di tengah meningkatnya serangan-serangan lintas-batas pemberontak terhadap pasukan internasional di Afghanistan.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009