Palu (ANTARA News) - Setelah melakukan penyelidikan dan memeriksa sejumlah saksi selama hampir dua pekan, penyidik Reskrim Polres Palu di Sulawesi Tengah akhirnya menahan dua oknum wartawan setempat karena diduga terlihat dalam kasus pemerasan.
Rd dan Dj, wartawan sebuah koran terbitan di Palu, ditahan sejak Senin sore setelah sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka.
Kasat Reskrim Polres Palu, AKP Stefanus Tamuntuan SIK, yang dikonfirmasi di Palu, Senin, membenarkan jika kedua wartawan itu saat ini telah ditahan.
"Kedua datang memenuhi panggilan penyidik sebagai tersangka dan saat itu juga kita tahan," katanya.
Dia mengatakan, penahanan terhadap kedua oknum wartawan ini setelah diterbitkan SPP (surat perintah penahanan)-nya, karena penyidik menemukan adanya bukti permulaan atas keterlibatan yang bersangkutan dalam menerima uang hasil pemerasan yang dilakukan oleh tiga ativis LSM terhadap Kepala Dinas Peternakan Provinsi Sulteng, Ir Abdul Halim Madaali.
"Keduanya ikut menikmati uang hasil pemerasan yang dilakukan ketiga oknum LSM yang sebelumnya juga ditahan dalam kasus ini," kata Tamuntuan tanpa merinci besaran uang yang ikut dinikmati kedua oknum wartawan tersebut.
Pada Kamis dua pekan lalu (3/9), petugas Reskrim Polres Palu menangkap basah tiga aktivis LSM di Palu berinisial Mr alias Uc, Ml, dan Rl, saat mereka baru saja menerima uang hasil pemerasan dari Kadis Peternakan Sulteng.
Ketiga aktivis LSM tersebut telah lebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi dan menjalani penahanan.
Ihwal terbongkarnya kasus ini menyusul adanya laporan dari korban Madaali ke pihak kepolisian setempat yang mengkhabarkan kalau dirinya sedang diperas oleh tiga aktivis LSM.
Begitu menerima laporan, tim dari Polres Palu segera meluncur ke TKP dan menangkap basah para pelaku. Bahkan, saat itu, polisi berhasil menemukan barang bukti berupa uang tunai Rp10 juta dengan pecahan Rp1.000 dan Rp10.000 yang sudah diterima para pelaku.
Beberapa hari sebelumnya, pelapor mengaku sudah menyerahkan uang sebesar Rp10 juta kepada para pelaku, sehingga totalnya mencapai Rp20 juta.
Polisi juga ketika itu berhasil mengamankan tiga buah sepeda motor milik para aktivis LSM ini di Kantor Dinas Peternakan Sulteng di Jalan Kartini untuk dijadikan barang bukti.
Kuat dugaan, kalau uang puluhan juta rupiah yang diberikan korban kepada para pelaku sebagai uang "tutup mulut" terkait adanya sinyalemen penyalahgunaan proyek di instansi tersebut.
Kadis Peternakan Sulteng, Ir Abdul Halim Madaali, sebelumnya juga menyatakan dirinya sengaja melaporkan ketiga oknum aktivis LSM itu ke polisi, karena merasa tertekan atas ancaman mereka yang akan melaporkan ke pihak kejaksaan terkait tuduhan adanya penyelewengan anggaran proyek pengadaan sapi tahun 2009 senilai Rp2 miliar.
"Mereka menuding saya telah melakukan perubahan daftar isian penggunaan anggaran (DIPA) tahun 2009, khususnya mengenai item pekerjaan proyek pengadaan sapi, padahal itu sama sekali tidak benar," katanya.
Madaali juga mengatakan, para pelaku menyatakan nilai pagu proyek pengadaan sapi yang dibiayai APBN itu mencapai Rp2 miliar, tapi kenyataannya hanya sebesar Rp737,5 juta.
"Mereka menuding instansi kami mengalihkan sebagian dana proyek itu untuk membeli tiga unit mobil, padahal semua tuduhan itu hanya akal-akalan saja," katanya.
Ketua Forum Rakyat Anti Tindak Pidana Korupsi Sulteng, Ewin Bulukumba, mendukung penuh langkah kepolisian memproses kasus dugaan pemerasan yang dilakukan para oknum aktivits LSM dan wartawan tersebut.
Namun, menurut dia, polisi seyogyanya tidak bertindak sepihak dalam menangani kasus ini dengan hanya memproses para terlapor.
"Harusnya polisi bertindak proporsional dengan memeriksa pula pihak yang memberi. (Langkah) ini justru merupakan pintu masuk bagi polisi untuk membongkar kasus dugaan korupsi di dinas tersebut," katanya.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009