Padang, (ANTARA News) - Sejarawan Sumatra Barat Prof.Dr.Gusti Asnan mengharapkan pemerintah lebih menghargai pahlawan nasional, Tan Malaka.
"Tan Malaka mesti dihargai karena beliau berjuang untuk kemerdekaan republik ini," katanya di Padang, Senin.
Dia mengatakan, Tan Malaka adalah tokoh yang menggagas kemerdekaan republik ini melalui tulisannya Naar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia) tahun 1925.
"Ketika belum ada yang merumuskan penolakan terhadap penjajahan baik penjajahan secara fisik maupun pemikiran, Tan Malaka telah tampil dengan ide dan gagasannya," kata sejarawan yang menyelesaikan S2 dan S3 bidang sejarah di Universitas Bremen, Jerman itu.
Menurut dia, banyak lagi ide dan gagasan Tan Malaka yang relevan hingga saat ini, yakni tentang ekonomi kerakyatan, dan praktik kapitalisme.
Di masa Tan Malaka, semangat mempersatukan bangsa terbentuk dari berbagai macam ideologi.
"Ada satu tekad dari para tokoh bangsa saat itu yakni bagaimana menghabisi kolonialisme dan imperialisme," katanya.
Untuk menghargai Tan Malaka sebagai pahlawan, kata Gusti, pemerintah mesti memosisikan Tan Malaka sebagai pahlawan nasional.
Sebagai pahlawan, kata dia, Tan Malaka memiliki hak untuk mendapat tunjangan, dan dikebumikan di taman makam pahlawan.
Nama Tan Malaka juga mesti ditempelkan di berbagai tempat, misalnya sebagai nama jalan.
"Sepengetahuan saya, nama Tan Malaka baru diabadikan sebagai nama jalan di Kota Padang," ujarnya.
Selain itu, Gusti Asnam berharap agar pemerintah mencantumkan nama Tan Malaka dan pemikirannya dalam buku-buku sejarah.
Gusti Asnam mengungkapkan, sudah sejak lama Tan Malaka tidak dihargai pemerintah, dimulai dari era orde lama masa pemerintahan Soekarno, orde baru, reformasi hingga sekarang.
"Beliau tidak dihargai karena dianggap sebagai kelompok `kiri`," kata dia.
Sebetulnya, kata Gusti, Soekarno cukup memberikan perhatian pada Tan Malaka.
"Di masa Soekarno, Tan Malaka mendapat gelar pahlawan nasional," ujarnya. Hanya saja, kata Gusti, ada orang-orang di sekitar Soekarno yang tidak setuju Tan Malaka mendapat apresiasi dari pemerintah.
"Sementara di zaman orde baru ajaran komunis benar-benar diharamkan," kata Gusti.
Nama Tan Malaka kembali mencuat ke permukaan setelah pihak keluarga memutuskan membongkar makam yang diduga sebagai makam pahlawan nasional itu Sabtu, di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. DNA jasad tersebut nantinya akan dicocokkan dengan DNA keluarga Tan Malaka.
Pihak keluarga Tan Malaka mengaku kecewa dengan minimnya perhatian pemerintah terhadap Tan Malaka.
Tan Malaka lahir di Pandan Gadang, Suliki, Sumatera Barat, 2 Juni 1897. Ia meninggal 21 Februari 1949 di Desa Selopanggung.(*)
Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009