Permohonan HUM (Hak Uji Materiil) yang diajukan oleh Lie Putra Setiawan dikabulkan

Jakarta (ANTARA) - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan uji materiil jaksa yang ditugaskan di KPK, Lie Putra Setiawan, terkait surat MenPAN-RB mengenai penugasannya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Permohonan HUM (Hak Uji Materiil) yang diajukan oleh Lie Putra Setiawan dikabulkan," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Lie Putra Setiawan selaku jaksa yang ditugaskan di KPK pada 16 Maret 2020 mendaftarkan gugatan uji materiil ke MA.

Lie menyatakan pada pokoknya berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) No. 35 tahun 2018 tentang Penugasan Pegawai Negeri Sipil pada Instansi Pemerintah dan di Luar Instansi Pemerintah, ketika ia menjadi ASN di KPK maka ia akan kehilangan status jaksa yang berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan karena status jaksa secara yuridis tidak dapat dipulihkan oleh Komisioner KPK mengingat Pasal 21 UU KPK tidak lagi mencantumkan Komisioner sebagai penyidik maupun Penuntut Umum.

Menurut Andi Samsan, dasar pertimbangannya hakim mengabulkan uji materiil tersebut antara lain berdasarkan ketentuan Pasal 202 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen PNS pada pokoknya menyatakan penugasan PNS untuk melaksanakan tugas jabatan di lingkungan instansi pemerintah atau di luar instansi pemerintah dalam jangka waktu tertentu.

Sedangakan objek permohonan uji materiil yaitu Pasal 8 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 35 Tahun 2018 tentang Penugasan PNS pada Instansi Pemerintah dan di Luar Instansi Pemerintah yang menyatakan akan melakukan penyesuaian dengan status kepegawaian bagi pegawai yang ditugaskan di dalam atau di luar instansi pemerintah.

Baca juga: Jaksa KPK ajukan uji materiil ke MA terkait status ASN

"Sehingga menimbulkan pertentangan dengan aturan yang lebih tinggi karena peraturan yang lebih tinggi tidak mengatur mengenai penyesuaian status kepegawaian dan bahwa objek permohoan uji materiil membuat norma baru yang tidak diatur oleh ketentuan perundangan yang lebih tinggi," ungkap Andi Samsan.

Pasal 8 Permen PAN-RB No. 35 tahun 2018 tentang Penugasan Pegawai Negeri Sipil pada Instansi Pemerintah dan di Luar Instansi Pemerintah menyatakan: "Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, PNS yang statusnya dipekerjakan atau diperbantukan pada Instansi Pemerintah maupun di luar Instansi Pemerintah tetap menjalankan tugasnya dan mendapatkan haknya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan sampai dengan dilakukan penyesuaian status kepegawaiannya paling lama 2 tahun berdasarkan Peraturan Menteri ini."

Permen PAN-RB tersebut diundangkan pada 7 September 2018, maka berselang 2 tahun yaitu pada 6 September 2020, seluruh PNS, termasuk juga Lie Putra Setiawan yang statusnya dipekerjakan atau diperbantukan di KPK harus menyesuaikan status kepegawaiannya, apakah menjadi ASN di tempat penugasannya (KPK) atau kembali ke instansi induknya (Kejaksaan RI).

Atas dikabulkannya permohonan uji materiil tersebut, Lie mengatakan menunggu putusan lengkap dari MA.

"Kami bersyukur atas putusan yang mengabulkan gugatan tersebut, tapi kami masing menunggu putusan lengkapnya untuk dibaca dan diteliti secara seksama," kata Lie.

Selanjutnya putusan tersebut akan diteruskan kepada pihak-pihak terkait.

Dalam permohonannya, Lie menyatakan pada September 2020, seluruh jaksa yang dipekerjakan di KPK diperhadapkan kepada dua pilihan yaitu kembali ke institusi induk atau memilih menjadi ASN di KPK.

Apabila memilih untuk menjadi ASN di KPK, maka Lie harus melepaskan jabatan fungsional jaksa yang dimiliki karena kapasitas Sekretaris Jenderal KPK selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) pada dasarnya tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pembinaan jabatan fungsional Jaksa.

Baca juga: KPK lantik 6 jaksa penuntut umum baru

Padahal menurut Lie, pimpinan KPK sudah mengirimkan surat ke MenPAN-RB pada 28 Januari 2020 yang menyatakan setiap Pegawai negeri yang Dipekerjakan (PNYD) di KPK dikecualikan dari ketentuan Pasal 8 Permenpan 35/2018 dan tetap bekerja di KPK, serta tunduk pada ketentuan yang berlaku bagi PNYD; serta Khusus Jaksa Penyelidik, Jaksa Penyidik, Jaksa Penuntut Umum, dan Jaksa Eksekusi yang dipekerjakan di KPK dikecualikan karena kewenangannya dalam hal melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi melekat pada fungsi Jaksanya sehingga untuk Jaksa yang menjadi PNS di luar kejaksaan (KPK) tetap melekat fungsi Jaksanya.

Permintaan klarifikasi tersebut tidak hanya dilakukan oleh Pimpinan KPK, tapi juga turut dilakukan juga oleh beberapa Kementerian/Lembaga serta Asosiasi Walikota Seluruh Indonesia yaitu Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Narkotika Nasional, Badan Keamanan Laut, Komisi Yudisial, Komisi Kejaksaan dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia.

"Begitu sentralnya peranan Jaksa dalam menunjang pelaksanaan tugas pokok, fungsi dan kewenangan institusi pemerintah seperti KPK maupun lembaga lainnya, maka profesi Jaksa perlu mendapatkan pengecualian dari kewajiban penyesuaian kepegawaian seperti diatur dalam Pasal 8 Permen PAN RB tentang Penugasan PNS," ungkap Lie.

Ia didampingi penasihat hukum Adnan Hamid, Hasbullah, Rinto Ari Nando, Raul Gindo Cahayo dan Emi Rahmawati.

Baca juga: KPK lakukan rangkaian tes untuk enam jaksa baru KPK

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020