Jakarta (ANTARA) - Juru bicara Presiden Fadjroel Rachman menekankan bahwa Presiden menginginkan penerapan disiplin dalam pemberlakuan tatanan normal baru dilakukan secara humanis.
"Memang Presiden menginginkan pendisiplinan sifatnya humanis," kata Fadjroel saat berkunjung ke kantor redaksi ANTARA di Wisma Antara, Jakarta, Selasa.
Menurut Fadjroel, melalui pendekatan humanis maka kedisiplinan akan muncul dari dalam diri masyarakat.
Dia menyampaikan berdasarkan UU Darurat Kesehatan, Pemerintah boleh menetapkan pidana dan denda bagi pelanggar protokol kesehatan. Namun yang diterapkan saat ini hanya maklumat Kapolri untuk membubarkan perkumpulan.
"Makanya sempat kami lihat ada perkawinan, pesta, kumpul di kafe, dibubarkan, namun tetap dengan cara persuasif," jelas dia.
Dia menekankan Presiden Jokowi merupakan pribadi yang sangat sabar dan menyayangi warganya sehingga tidak ingin ada penerapan disiplin menggunakan kekerasan.
"Jangan sampai seperti di suatu negara memukul pantat rakyatnya, nanti bengkak semua," seloroh Fadjroel.
Baca juga: Presiden rindu bersalaman dan foto bersama masyarakat
Menurut Fadjroel, Presiden meyakini masyarakat Indonesia masih bisa diajak untuk menerapkan disiplin. Selain itu Presiden tidak menginginkan kedisiplinan yang dilakukan masyarakat hanya karena keterpaksaan.
"Kalau dipaksa, apalagi dipukul menggunakan rotan, kami tidak akan merasa bertanggungjawab. Pasti nanti sembunyi-sembunyi lagi. Maka disiplin harus dari diri kita, dari lingkungan kita," kata dia.
Dia memberikan contoh, sejatinya sekitar tahun 2001 juga ada sebuah penerapan kedisiplinan yang serupa dengan sebuah kenormalan baru, di mana setiap penumpang yang hendak melakukan penerbangan wajib melepas ikat pinggang, jam tangan dan bahan metal lain sebelum masuk ke dalam ruang tunggu bandara.
"Dulu itu tahun 2001, kami ada yang marah kan diminta melepas segala macam. Tapi sekarang setelah 20 tahun, semuanya itu menjadi rutinitas biasa," kata Fadjroel.
Intinya, kata Fadjroel, Presiden menginginkan perubahan perilaku kedisiplinan hingga ke dalam pikiran atau "mindset" publik.
"Bayangkan rutinitas memakai masker, tidak berkumpul masif dan lainnya baru diterapkan dua bulan. Bagaimana kami berharap dua bulan dapat menjadi mindset dan keyakinan bahwa COVID-19 sangat berbahaya. Mungkin nanti 21 tahun lagi penggunaan masker dan menjaga jarak menjadi kesadaran biasa ketika kita influenza," jelasnya.
Adapun Fadjroel menyampaikan bahwa saat ini sesuai arahan Presiden, tatanan normal baru, baru masuk dalam tahap persiapan.
Presiden telah memberikan teladan penerapan tatanan normal baru, dalam berbagai kegiatan beberapa hari belakangan seperti saat menunaikan shalat Jumat di masjid dan berolahraga di akhir pekan, dengan tetap menjalankan protokol kesehatan.
Baca juga: Presiden Jokowi: Membentuk SDM unggul bukan berdasarkan ilmu masa lalu
Baca juga: Jokowi Salat Jumat berjamaah di Masjid Istana
Baca juga: Panglima TNI dan Kapolri nyatakan siap dukung adaptasi kebiasaan baru
Baca juga: Cegah COVID-19, Presiden ajak masyarakat berolahraga perkuat imunitas
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020