Wisnu T Hanggoro dalam diskusi bertema "Media Literacy" yang diadakan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jawa Tengah di Semarang, Jumat petang, mengatakan, karena belum mampu memanfaatkan secara bijaksana, banyak orang menghabiskan waktu terlalu lama menyaksikan tayangan televisi yang tidak semuanya bermanfaat.
"Masyarakat pada umumnya belum memahami media secara memadai. Ada banyak kesalahan dalam memperlakukan media, terutama televisi," kata mantan anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jateng itu.
Ia memberi contoh, dengan menghabiskan banyak waktu menyaksikan tayangan televisi yang diperoleh secara gratis, khalayak bisa memperoleh banyak informasi terkini dan obyektif. Selain itu, orang tua juga menganggap tayangan televisi memudahkan mereka dalam merawat anak.
Pandangan keliru lainnya, menurut dia, televisi juga menyediakan hiburan murah di tengah tekanan hidup yang semakin berat. "Menyaksikan tayangan di televisi dianggap bisa mengurangi kebiasaan ngobrol atau ngerumpi," katanya.
Menurut Wisnu, sebagaimana entitas bisnis lainnya, stasiun televisi juga dihadapkan pertarungan antara idealisme dengan realitas bisnis, yang di dalamnya termasuk harus mengakomodasi kepentingan ideal, misalnya, ikut mencerdaskan bangsa dan menaati undang-undang.
Akan tetapi, katanya, dalam realitasnya mereka juga menghadapi persaingan sengit antarstasiun televisi sehingga mereka berusaha mendapatkan "rating" tinggi dalam setiap tayangan, agar bisa mendatangkan iklan banyak.
Namun yang menyedihkan, kata dia, banyak tayangan dengan "rating" tinggi ternyata merupakan tayangan yang tidak bermutu. "Padahal, iklan menjadi penentu hidup atau matinya stasiun televisi," katanya.
Menurut dia, masyarakat tidak mungkin mematikan selamanya televisi karena sikap ini tidak realistis. Selain itu, katanya, anak dan remaja akan mencari tempat atau cara lain agar tetap bisa menonton televisi.
Sikap yang dibutuhkan, kata dia, masyarakat harus memahami keberadaan televisi, yang tidak pernah bisa netral dan selalu ditunggangi kepentingan tertentu.
Menghadapi kondisi tersebut, ia menyarankan pemirsa selalu bersikap kritis ketika menyaksikan isi tayangan televisi. Sikap bijak lain, lanjut dia, mengajak anak atau teman mendiskusikan acara teve secara sehat.
Ia menambahkan, sebaiknya pemirsa juga tidak terlalu banyak menghabiskan waktu terlalu lama di depan pesawat televisi. "Cukup dua jam sehari dengan memilih tayangan yang memberi manfaat bagi khalayak," katanya.
Jurnalis, Budi Maryono, yang menjadi pemandu diskusi juga mengingatkan bahwa produser acara tidak menjual tayangan yang diproduksi mereka, tetapi menjual penonton kepada pemasang iklan.
"Penonton itu komoditas. Menyikapi hal seperti itu, kitalah yang harus menentukan, tayangan mana yang akan kita tonton," seraya menyebutkan judul sinetron populer yang dinilai tidak mencerahkan pemirsa.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009