Kupang (ANTARA) - Pengamat politik dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, Mikhael Raja Muda Bataona mengatakan, usulan tambahan anggaran untuk membiayai Pilkada Serentak 2020 diharapkan tidak menjadi beban baru bagi negara yang saat ini sedang tertekan secara ekonomi.
"Nyawa dan kesehatan penyelenggara dan masyarakat menjadi variabel penting yang wajib dihitung, sehingga penambahan anggaran pilkada itu saya kira masuk akal. Hanya saja jangan sampai menjadi beban baru bagi negara yang saat ini sedang tertekan secara ekonomi," kata Mikhael Bataona kepada ANTARA di Kupang, Selasa.
Dia mengemukakan hal itu, ketika dimintai tanggapan seputar kesepakatan untuk melanjutkan Pilkada 2020, dan usulan tambahan anggaran dari Kemendagri sebesar Rp2,8 triliun, sementara sebagian besar anggaran telah direfocusing dan direalokasi dalam penanganan COVID-19.
Baca juga: Pemprov Bengkulu tak sanggup tambah anggaran Pilkada
Baca juga: Persiapan pilkada, Mendagri: 129 daerah laporkan kondisi keuangannya
Baca juga: DPR-pemerintah sepakat tambahan anggaran Pilkada bisa gunakan APBN
Menurut dia, usulan penambahan anggaran sebagai sesuatu yang masuk akal karena para penyelenggara dan rakyat harus aman dalam seluruh tahapan pilkada, dan ini tentu membutuhkan tambahan anggaran.
Hanya saja, jangan sampai pilkada menjadi beban baru bagi negara yang saat ini sedang tertekan secara ekonomi, kata pengajar Ilmu Komunikasi Politik dan Teori Kritis pada Fakultas Ilmu Sosial Politik Unwira itu.
Menurut dia, mengkapitalisasi berbagai protokol kesehatan untuk korupsi di tengah keprihatinan dan pandemi adalah kejahatan.
"Jadi anggaran boleh ditambah karena pilkada di tengah situasi COVID-19, tetapi kita berharap agar tidak ada yang membajak ini untuk kepentingan rente dan bisnis," tambah pengajar investigatif news dan jurnalisme konflik pada Fisip Unwira Kupang itu.
Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020