Jakarta (ANTARA News) - Pakar Sekolah Alam, Lendo Novo mengemukakan, model sekolah alam menjadi alternatif untuk membangun generasi berkarakter yang dilandasi intelektual, moral, spiritual serta ketrampilan hidup.
"Sistem pendidikan selama ini hanya terfokus pada prestasi akademik sehingga melupakan sisi spiritual dan bekal ketrampilan akibatnya yang dihasilkan adalah generasi yang tidak mempunyai karakter kuat untuk berkompetisi secara sehat," katanya kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.
Lendo yang sudah merintis sekolah alam sejak 20 tahun lalu, mengungkapkan, lulusan sekolah alam yang saat ini sudah berkembang sekitar 1.000 lebih di Indonesia telah membuka mata orang tua untuk memberikan bekal hidup kepada anak-anaknya tidak hanya berupa gelar tetapi kemampuan berkompetisi.
"Banyak yang sudah sadar pendidikan di Indonesia hanya mencetak pengangguran tanpa bisa berkompetisi atau menciptakan lapangan kerja. Ini sebuah kemubaziran dari triliunan dana masyarakat dan pemerintah," katanya
Ia menceritakan, dulu ketika sekolah alam dibangun baik tingkat TK sampai SMA, selalu dimulai dengan kegamangan orang tua, tetapi lama kelamaan justru terbalik karena sekarang masuk sekolah alam harus melalui seleksi bahkan harus "inden" menunggu kursi kosong.
Ia menjelaskan, model sekolah alam tersebut umumnya menggabungkan dan mengembangkan aspek intelektual, emosional, spiritual serta berbagai ketrampilan hidup siswa.
Kegiatan belajar-mengejarnya menerapkan pola pembelajaran di alam terbuka untuk melatih aspek kognitif, afektif dan psikomotorik siswa.
"Ada tiga materi utama yaitu ketakwaan, keilmuan dan kepemimpinan, yang diterapkan dengan metode keteladanan, pengembangan logika yang dilakukan dengan mengaplikasikan teori dalam bentuk praktek, serta outbound training," katanya.
Kurikulum sekolah alam juga berisi 20 persen teori serta 80 persen praktek ketrampilan dan pembentukan karakter sehingga lulusannya menjadi generasi dengan kepercayaan diri tinggi dilandasi moral dan bekal ketrampilan.
"Sekolah alam menekankan pada pembentukan karakter karena
maju tidaknya sebuah negara lebih ditentukan karakter masyarakat dan bukan dari prestasi akademik masyarakatnya," katanya.
Leno yang lahir di Jakarta, 6 November 1964 itu mencontohkan, Jepang dan Jerman menjadi negara maju setelah sebelumnya hancur akibat perang bukan karena banyaknya profesor matematika, fisika dan kimia, tetapi karena mereka menjadi bangsa rajin, disiplin, tertib dan mempunyai etos kerja yang tinggi.
"Kalau pemerintah menyadari kesalahan sistem pendidikan kita, tentu konsep sekolah alam ini akan diadopsi. Minimal 10 persen saja generasi muda kita mempunyai karakter seperti halnya masyarakat Jepang dan Jerman maka itu sudah jadi modal cukup untuk maju," katanya.
Kalaupun Pemerintah belum melirik model ini, maka Leno sekarang sudah mencetak buku "Sekolah Alam" yang akan diluncurkan di Kebun Raya Bogor, Sabtu (12/10). Buku itu berisi paduan bagaimana membangun sekolah alam yang baik.
"Saya buka resep sekolah alam supaya banyak masyarakat yang tergerak untuk bersama-sama mencetak generasi berkarakter. Saya tidak membangun sistem waralaba sekolah alam ini karena masih tidak tega untuk memungut royaltinya," kata pria yang mendirikan PT Cipta Pesona Dinamika Fortuna, perusahaan yang bergerak di pergudangan dan manajemen transportasi.
Pria yang mendapat penghargaan The Global Leading Association of Leading Social Entrepreneurs (2003-2006) itu berharap akan terbangun lagi beribu-ribu sekolah alam di Indonesia sehingga lulusannya akan memberikan sumbangan bagi pembangunan karakter bangsa.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009