Jakarta (ANTARA) - Lembaga Biologi Molekuler Eijkman mengatakan informasi terkait karakteristik genetik dari COVID-19 menjadi tolok ukur untuk dapat menentukan strategi yang hendak digunakan dalam penyediaan bibit vaksin virus tersebut.
"Ini adalah tahap pertama dari pembuatan vaksin Indonesia, yakni kita harus tahu informasi genetik virus," kata tim peneliti vaksin COVID-19 dari lembaga Eijkman Prof. dr. Herawaty Sudoyo saat diskusi daring dengan tema "Adaptasi Normal Baru dari Perspektif Sains, Kesehatan dan Psikologi" di Jakarta, Senin.
Hal tersebut penting diketahui sebab evolusi virus mudah bermutasi di inang sehingga jangan sampai mengambil bagian-bagian yang berubah. Jika terjadi maka bisa menyebabkan vaksin akan gagal.
Penguraian informasi genetik virus dilakukan lembaga tersebut dengan menggunakan teknologi Whole Genome Sequencing (WGS) SARS-CoV-2 asal Indonesia yang merupakan WGS pertama kontribusi dari Indonesia untuk nasional maupun internasional.
Baca juga: China akan jadikan vaksin COVID-19 sebagai "barang bebas global"
Baca juga: Menristek: Vaksin COVID-19 dikembangkan dalam tiga pendekatan
Dalam mengkarakterisasi virus SARS-CoV-2 di Indonesia, penting untuk memonitor evolusi virus serta menentukan seberapa cepat virus beradaptasi saat menyebar. Hal itu dapat dilakukan dengan turut melacak rute transmisi atau penyebaran virus tersebut di Tanah Air.
"Tidak kalah penting ialah mengidentifikasi target untuk terapi dan vaksin serta memprediksi ancaman pandemi berikutnya. Mau tidak mau kita tidak bisa meloncati tiap-tiap tahapan ini untuk memperoleh vaksin," katanya.
Sejauh ini, ujarnya, Indonesia telah memasukkan data dari genome Indonesia ke salah satu organisasi yakni GISAID dimana merupakan bank data genome seluruh dunia.
Ia menyampaikan sampel virus Indonesia sudah dikirim atau dimasukkan ke GISAID sejak 5 Mei 2020 yang terdiri atas 13 sekuens virus yakni tujuh dari Eijkman dan enam dari Universitas Airlangga.
Menurutnya, sebenarnya jika Indonesia tidak punya data genome tersebut, dan tidak masalah sebab datanya masih bisa dilihat di GISAID dengan total sekitar 36 ribu data dari seluruh dunia. Bahkan juga bisa melihat tempat-tempat untuk membuat bibit vaksin.
"Tapi kita kan berpikir bagaimana jika virus tersebut setelah berkelana ke seluruh dunia lalu masuk ke Indonesia dengan inang berbeda lalu bermutasi. Jadi kita tetap ingin informasi itu," ujarnya.
Ia mengatakan GISAID sangat senang akhirnya Indonesia memasukkan data ke bank data tersebut dan hal itu sebenarnya menunjukkan bahwa negeri ini tidak kalah dengan negara lainnya.*
Baca juga: China alokasikan Rp281 miliar untuk vaksin global
Baca juga: Pakar: Vaksin COVID-19 tidak bisa ditemukan dalam waktu singkat
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020